From: Ietje Guntur
Dear teman-teman dan     sahabat tersayang... .
 
Mohon maaf sebelumnya,     saya baru hari ini dapat menjawab email dan beberapa sms simpati yang saya     terima, sehubungan dengan kejadian luar biasa yang menimpa putri tercinta     kami, R.A. Granita Ramadhani, pada hari Selasa tanggal 2 September 2008     sekitar jam 18.35-18.40 di lokasi jembatan penyebarangan depan gedung     DPR/MPR – Jalan Gatot     Subroto Jakarta.
 
Kejadian itu memang di     luar dugaan kami, karena seperti biasa, putri kami (panggilan sayangnya     adalah Dhani) yang bertugas sebagai jurnalis Hukum-online di Gedung DPR,     meliput berita-berita yang menjadi tugasnya. Sore itu, tidak seperti biasa,     setelah peliputan sidang dia meliput ekstra wawancara. Dan setelah selesai,     dia memutuskan untuk segera pulang ke rumah dengan menggunakan bus kota.     Itu sebabnya dia memilih memintas melalui jembatan penyeberangan di depan     gedung DPR/MPR. Saat itu, jembatan dalam keadaan sepi. Namun di pertengahan     jembatan ada seseorang, menggunakan topi dan jaket, sedang berdiri. Dhani     sudah merasa tidak enak, dan cukup aneh karena ada seseorang berdiri     seperti menunggu.
 
Ketika dia melewati orang     tersebut, Dhani sudah merasa akan terjadi sesuatu. Dan tiba-tiba orang     tersebut mengikutinya ( seperti mengejar), lalu memukul bagian belakang     tubuhnya. Dhani berbalik, dan menghindar, tetapi orang tersebut, yang     tingginya hampir sama dengan anak saya berhasil merobohkan Dhani dan     memukul serta menendang bagian perut dan dada. Lalu Dhani direbahkan di     sisi jembatan, dengan kepala dibenturkan beberapa kali ke pinggiran     jembatan ( sehingga terjadi luka dan memar di kiri atas kepala). Belum     cukup dengan itu, pelaku masih berusaha mencekik Dhani beberapa kali sambil     terus memukuli dan membenturkan kepala Dhani ke lantai dan sisi jembatan.
 
Kemudian, entah     bagaimana, tiba-tiba Dhani merasakan sakit luar biasa di kepala, dan     sesuatu yang basah mengalir di kepalanya. Lalu orang tersebut mengambil     tasnya ( yang berisi handphone, voice recorder, dompet, data hasil     wawancara dan dokumen penting yang diperolehnya untuk penulisan hasil     liputan), sambil mengancam akan membunuhnya kalau Dhani melawan.     Kelihatannya ini ancaman yang cukup serius, sehingga Dhani memutuskan untuk     diam sejenak dan membiarkan pelakunya melarikan tas yang berisi data-data     penting tersebut. Setelah merasa cukup kuat, Dhani baru berteriak minta     tolong ( namun di situ tidak ada siapa-siapa) , dan turun tangga menuju ke     halte di bawah.
 
Pada saat itu ada     beberapa orang di halte ( yang langsung berteriak panik dan berbagai reaksi     kaget lainnya), dan ada yang bertanya , kenapa . Dhani hanya bisa     mengatakan ,”Rampok ! Di     atas”. Saat itu wajahnya sudah     berlumuran darah, dan sudah membasahi pakaiannya. Melihat tidak ada yang     bereaksi, Dhani mengambil inisiatif ingin membeli segelas aqua untuk     membersihkan wajahnya ( terutama matanya yang sudah mulai mengabur tertutup     cairan). Saat itu seorang bapak (yang kemudian kami ketahui bernama Bapak     Solidri – dari Press Room     DPR/MPR) mengenali Dhani dari ID-card Pers yang tergantung di lehernya, dan     menegur Dhani...Atas kebaikan Bapak tersebut, Dhani berhasil menghubungi     saya.
 
Saat itu, jam 18.45, saya     sedang dalam perjalanan pulang ke rumah bersama suami saya. Ketika melihat     nomor tidak dikenal di ponsel saya, perasaan saya sudah tidak enak. Suara     Pak Solidri yang panik, dan kemudian teriakan Dhani yang bilang begini ,” Ibu...ini aku. Aku diserang...dipukuli     ...aku berdarah !”
 
Sedetik jantung saya     nyaris berhenti. Lalu saya bertanya pelan (untuk tidak menimbulkan     kepanikan) ,”Di mana ?”
“Di depan DPR, di jembatan penyebarangan, arah BPK”.
“Oke...kamu dengan siapa ? Ibu akan menuju ke sana sekarang.”
   Telepon ditutup. Dan saya berbicara dengan suami yang duduk di sebelah saya     dengan wajah gelisah.”Kenapa     ?”
“Dhani diserang orang ! Di jembatan depan DPR. Kita sekarang ke     sana. Yi, langsung belok ke kanan !” Saat itu kami di posisi dekat lampu merah Pondok Indah – Ciputat Raya. Seketika wajah suami saya     pucat ( saya kuatir dia yang shock !).
“Siapa yang menyerang ?”     suami saya bertanya panik (...dan pasti marah sekali...dia belum sekalipun     menyakiti si Cantik kami..).
“Saya tidak tahu, Yah. Sekarang nggak usah dipikirin siapa yang     menyerang, tapi kita ambil langkah dulu.”
 
Lalu saya telepon balik     ke nomor tadi, dan berbicara dengan Pak Solidri. “Maaf, Pak. Bagaimana dengan kondisi anak saya     ? Saya bisa minta tolong untuk menjaga anak saya ?”
 
Pak Solidri kedengaran     panik. Dan menanyakan posisi saya, yang masih di sekitar Ciputat Raya arah     Kebayoran Lama. Saat itu, waktu satu menit rasanya seperti berjam-jam. Saya     hanya bisa berdoa ,”Ya,     Allah...maafkan aku. Tidak bisa menjaga titipanMu. Apakah Engkau akan     mengambil dia saat ini ? Seandainya Engkau berkenan, tolong jaga dia ya,     Allah...Tolong jaga titipanMu. Aku tidak bisa menjaganya saat ini. Tolong     kirimkan Malaikat-malaikatMu untuk menjagaNya”.
 
Beberapa menit kemudian,     saya menelepon Pak Solidri lagi, dan mereka memutuskan untuk membawa anak     saya ke rumah sakit terdekat.”Kami tidak bisa menunggu Ibu, terlalu lama. Pendarahannya luar     biasa. Anak ibu ditusuk di kepala.”
“Ya, sudah...tolong dibantu Pak. Kami segera menuju ke RS     Mintoharjo.”
 
Lalu saya menelepon     seorang teman kantor , untuk minta bantuan teman yang memiliki akses di     RSAL Mintoharjo, untuk persiapan di sana sebelum kami tiba. Saya juga minta     bantuan teman yang memiliki akses ke Security untuk keamanan anak saya di     lokasi. Suami saya meminta bantuan polsek terdekat di Tanah Abang. Dan     setelahnya saya hanya bisa berdoa. Memohon kekuatan kepada Allah, terutama     agar suami saya kuat menghadapi kejadian ini...(sepanjang sisa perjalanan     dia panik dan sudah menduga hal-hal terburuk yang mungkin terjadi). Saya     membesarkan hatinya, dan bilang ,”Tidak usah menduga-duga. ..kita serahkan kepada Allah. Semoga Allah     masih menjaga Dhani”.
 
Sementara itu, suami saya     terus menghubungi ponsel anak saya, dan aneh sekali, ponsel itu bisa     menerima panggilan sehingga kami dapat memantau si pelaku, yang kemungkinan     besar naik kendaraan umum ke arah Sudirman, dan kemudian beberapa     teriakan-teriakan. Akhirnya saya mendengar suara, seseorang ( yang ternyata     polisi lalulintas di daerah Tosari) yang sedang bertanya kepada si pelaku.     Beberapa saat kemudian, suami saya mendapat telepon dari nomor ponsel anak     saya, yang menanyakan apakah kami kehilangan sesuatu. Sungguh ajaib. Tangan     Allah bermain di sini. Bagaimana mungkin dalam hitungan menit, pelaku sudah     tertangkap. Jauh dari TKP, dan ditangkap oleh Polisi lalulintas yang sedang     bertugas di dekat jembatan Tosari.
 
Saat itu saya sudah tiba     di RSAL Mintoharjo, dan mendapati anak saya sedang terbaring di ruang UGD     dan sedang dijahit bagian kepalanya. Saya melihat luka terbuka yang tidak     rata, dan ada bagian daging / jaringan yang hilang dari keningnya. Dengan     menguatkan hati (perut saya sudah sakit seperti dipilin), saya mencium anak     saya dan memegang tangannya yang dingin dan tubuh yang menggigil (akibat     shock kehilangan darah juga). Saya berbicara ke Dhani, “Ibu sudah di sini Cantik. Ibu jaga kamu.” Lalu saya panggil suami sebentar, dan saya     lihat suami saya hanya bisa diam menahan tangis. Dia tidak lama di situ,     karena kami harus berbagi tugas. Saya mendampingi anak saya, dan suami saya     bertemu dengan pihak security dari kantor saya yang membantu mendampingi     anak saya di RSAL bersama dengan para pengantar dari TKP.
 
Menit demi menit berlalu,     saya tidak tahan lagi dan merasa akan pingsan. Beberapa orang menyarankan saya     ke luar. Lalu saya ke luar dan terduduk di depan lobby. Saya harus kuat,     agar dapat terus mendampingi anak saya. Masih banyak hal yang mesti     dibereskan. Saya sempat beristirahat sebentar di ruang depan UGD, sambil     mempersiapkan administrasi untuk perawatan di RS.
 
Tidak lama, kening anak     saya sudah selesai dijahit ( dengan model seperti jahitan kasur     Palembang... berkerut- kerut...karena jaringan yang robek tidak rata dan     terpecah-pecah) . Kami mendapat tempat di ruang rawat VIP, karena saya     menginginkan anak saya dapat beritirahat dan memulihkan kondisinya.
 
Pada saat itu tim     security dan lain-lain yang sudah berhasil menemukan pelaku, datang membawa     barang bukti  yang tadi     sempat diambil paksa oleh pelaku. Saya mengecek barang bukti, dan semua     lengkap (terutama data yang dibutuhkan anak saya), kecuali dompet yang     berisi kartu identitas anak saya. Tim security dan polisi lalulintas yang     menemukan pelaku, menanyakan kepada saya, mau diapakan si pelaku ?
 
Saat itu hati saya     berperang : antara logika dan hati nurani.
 
Tadi saya sudah berdoa     kepada Allah :” Ya,     Allah...seandainya Engkau berkenan, kembalikanlah anak kami, titipanMu,     dengan selamat. “ Sekarang anak     saya sudah kembali dengan selamat. Bahkan barang-barang yang sangat berarti     bagi pekerjaannya sudah ditemukan. Jadi saya mau menuntut apa lagi ?     Mengenai cedera yang dialami anak saya, sudah ada dokter yang akan     menangani. Mengenai dampak dan trauma psikologis yang dialaminya,     barangkali masih bisa disembuhkan. Jadi mau apa lagi ?
 
Saat itu saya benar-benar     dilematis. Saya harus memilih, apakah saya akan menggunakan kekuasaan dan     kekuatan untuk menentukan nasib orang lain. Yang nota bene sudah menyakiti     dan melukai anak saya. Apakah saya harus menjadi hakim bagi seseorang ,     yang mungkin tidak pernah memilih hidupnya menjadi seorang pelaku kejahatan     ? Apakah saya harus menjadi algojo dan memberi vonis akhir bagi kehidupan     seseorang ?
 
Saya hanya mampu berdoa ,”Berikan kekuatan kepadaku, ya Allah. Engkau     telah mengembalikan dan mempercayakan kembali apa yang tadi aku minta.     Berikan petunjukMu , ya Allah?”
 
Dalam hitungan detik,     saya mampu mengambil keputusan. Saya katakan kepada pihak security yang     mendampingi saya ,”Ya,     sudahlah Pak. Saya sudah ikhlas. Saya sudah maafkan. Bawa saja dia.     Lepaskan saja.”
 
Lalu saya berbalik     kembali ke kamar perawatan anak saya. Tidak lama suami saya menyusul, dan     menanyakan pendapat saya. Saya bilang ,”Yah...aku sudah ikhlas. Aku sudah maafkan. Kita sudah dapat Dhani     kembali. Terserah Ayah mau bagaimana.”
 
Suami saya pergi ke luar.     Menghadapi pelaku tersebut. Dan tidak lama kemudian kembali ke ruangan. “Sudah selesai. Sudah aku lepaskan. Tadi sudah     aku kasih ongkos untuk dia pulang kampung. Jakarta sudah terlalu kejam     untuk orang-orang yang tidak mampu beradaptasi. Lagi pula ini bulan     Ramadhan.”
 
Saya memeluk suami saya.     Kami sudah mendapatkan apa yang kami minta. Anak kami yang tercinta kembali     dengan selamat, dengan luka di keningnya. Dengan luka di hatinya. Tapi     dengan kehormatan yang tetap terjaga. Itu yang paling penting untuk kami     berdua.
 
♥♥
 
Teman dan sahabat     semua...
 
Barangkali akan banyak     orang yang tidak mengerti jalan pikiran kami, teman-teman, keluarga,     kenalan dan semua pihak yang mengenal kami termasuk pihak kepolisian yang     sangat menyesalkan keputusan itu. Tapi kami berprinsip, ada saatnya kita     menggunakan logika, dan ada saatnya kita menggunakan hati.
 
Kalau ditanya bagaimana     hati saya, pastilah saya merasa sakit dan terluka. Tapi setelah saya     merenung, saya yakin bahwa di balik semua ini pasti ada ‘pesan’ tertentu dari Allah Yang Maha Mengetahui. Apa yang harus saya     dapatkan, dan bagaimana mendapatkan itu.
 
Satu hal yang jelas saya     dapat adalah ‘keajaiban’ pertolongan Allah. Bagaimana mungkin,     seluruh barang yang sangat penting bagi anak saya bisa kembali dengan utuh.     Termasuk dompetnya yang ditemukan seseorang yang baik hati di dekat gedung     GKBI. Juga, bagaimana tangan-tangan malaikatNya turun melalui orang-orang     yang tidak  kita duga. Ibu-ibu para joki 3-1 (Ibu Ana dan mbak Maya),     pengemudi ojek yang langsung bereaksi mengejar pelaku, penjual aqua, staf     Press Room yang kebetulan pernah melihat anak saya di ruang sidang DPR,     rekan jurnalis yang kebetulan ada di dekat TKP, rekan-rekan dari Security     TAG, dan banyak pihak lain yang tidak kami kenal sebelumnya.
 
Saya juga melihat, betapa     berperannya fungsi SMS, yang pada saat diperlukan telah membantu saya     mengirim informasi dan melakukan tindak lanjut yang penting. Sepanjang     malam, hingga keesokan dan seterusnya.. .ucapan simpati, dukungan,     doa...dari teman-teman, sahabat dan keluarga mengalir seperti banjir.     Mengisi ruang hati saya, si Cantik kami, dan suami. Luar biasa...
 
Sungguh sebuah perjalanan     yang menakjubkan.
 
Saya hanya mampu     mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu anak saya     dari tempat kejadian hingga di RSAL Mintohardjo. ..Pak Solidri (yang terus     mendampingi anak saya dari TKP hingga di UGD), Ibu Ana dan mbak Maya (yang     memangku dan membantu membersih darah di wajah Dhani) , mas Ikrar, Pak     Darno dan rekan-rekan dari TAG (yang begitu gesit menjaga di RSAL dan     membawa pelaku yang tertangkap), pengemudi taksi Putera yang iklas mobilnya     terkena bercak darah anak saya, Pak Manurung dan Siburian (Polantas yang     bertugas di kawasan Tosari...bapak- bapak adalah polisi luar biasa..),     paramedis dan dokter di UGD RSAL Mintohardjo, pengemudi ojek yang belum     kami ketahui namanya, Bapak Rubiono (yang menemukan dompet anak saya),     dokter Danny ( yang melakukan operasi plastik terhadap anak saya...thanks     ya Dok, Anda sangat membesarkan hati anak saya...)..
Kami yakin, apa pun yang     terjadi bukan sebuah cobaan atau musibah, tetapi sebuah proses pembelajaran     untuk kita semua. Kami beruntung, memperoleh kesempatan mendapat     pembelajaran ini bersama-sama dengan sahabat-sahabat yang menemani kami.     Kami yakin, bahwa ini adalah bukti kasih sayang Allah kepada kami.     Memberikan kami mata pelajaran pendahuluan, yang barangkali belum     dipercayakan kepada orang lain. Satu hal yang menjadi pegangan saya adalah     jangan pernah bertanya ,”Mengapa     ?” dan menyesalinya. Tapi     bersyukurlah, kita diberi kelebihan untuk menjalaninya, dan melewatinya. ..
 
Teman dan sahabat...saya     percaya satu hal...
 
Nothing happens in God's universe by accident.
   Everyone that crosses our paths, has been there
   for a reason…
 
 
 
Love U Allz….
No comments:
Post a Comment