Berbagai Gaya Orangtua Memperlakukan Anak

Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan
berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan
"miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind
(1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara
lain:

Gourmet Parents - (Ortu Borju)

Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah
bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia,
dengan gaya hidup kebarat baratan. Apabila menjadi orangtua maka
mereka akan cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat
karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi! Berbagai macam buku akan
dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak.
Mereka sangat percaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya
membangun karier, maka "superkids" merupakan bukti dari kehebatan
mereka sebagai orangtua. Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva
baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam
program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran
mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling
dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah
sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil
terkenal, maka itulah sekolah banyak kelompok orangtua "gourmet "
atau- kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.

College Degree Parents - (Ortu Intelek)

Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah
ke atas. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering
melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya
membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikular
lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari
kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak
mereka "Superkids ", Apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik
yang tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah
mahal yang prestisius sebagai bukti bahwa mereka mampu dan percaya
bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas.
Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap
kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak
hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah.

Gold Medal Parents - (Ortu Selebritis)

Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya
menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering
mengikutkan anaknya ke berbagai kompctisi dan gelanggang. Ada
gelanggang ilmu pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains
yang akhir-akhir ini lagi marak di Indonesia . Ada juga gelanggang
seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes
kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat
meraih kemenangan dan merijadi "seorang Bintang Sejati ". Sejak dini
mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi "Sang Juara", mulai dari
juara renang, menyanyi dan melukis hingga none abang cilik kelika
anak-anak mereka masih berusia TK.
Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang
puluhan anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu
di mulainya lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok,
dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta .
Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat
melelehi mascara anak kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat,
membujuk anak-anaknya bersabar. Mengharapkan acara segera di mulai dan
anaknya akan kelular sebagai pemenang. Sementara pihak penyelenggara
mengusir panas dengan berkipas kertas.Banyak kasus yang mengenaskan
menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok gold medal parents
ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia
TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru
olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang mengalami
tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian
menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni
penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya
menjadi pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak
bencana pada anak-anak mereka!

Beberapa waktu yang lalu kita saksikan di TV bagaimana bintang cilik
"Joshua" yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan
orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan
anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal.
Sebagian dari kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya.
Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak
ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama kepala negara. kemudian
di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum
bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat
membentuk dan menjadikan anaknya seorang "superkid" -seorang penyanyi
sekaligus seorang bintang film..

Do-it Yourself Parents

Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami
dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan
professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di
sekolah, di tempat ibadah, di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok
ini menyekolahkan anak-anaknya di
sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan
mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan
anak-anaknya "Superkids" -earlier is better".. Dalam kehidupan
sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka
juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang
mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan
mencintai lingkungan hidup yang bersih.

Outward Bound Parents - (Ortu Paranoid)

Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang
dapat memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan
mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh
dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan
marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka lebih
memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat tempat tawuran
yang berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini
secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep
"Superkids" Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang
hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam
marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari
bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat"
sejak dini.. Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik
anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya
di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi
yang selalu mereka pikir akan membawa
dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi "steril"
dengan lingkungannya.

Prodigy Parents - (Ortu Instant)

Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak
memiliki pendidikan yang cukup. Mereka cukup berada, narnun tidak
berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia
bisnis merupakan bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang
sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan
menumpulkan kemampuan anak-anaknya. Tidak kalah mengejutkannya, mereka
juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa
memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada
anak-anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh
kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku
instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang
"Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca" karangan Glenn Doman , atau
"Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika" karangan Siegfried, "Berikan
Anakmu pemikiran Cemerlang" karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat
Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 9 Hari" karangan Sidney Ledson.

Encounter Group Parents - ( Ortu Ngerumpi)

Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan.
Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau
terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang
mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam
perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai
relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai
akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik
anak--anak dengan berbagai perilaku "gang ngrumpi" yang terkadang
mengabaikan anak. Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam
kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau
pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi
kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah
terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya.
Menjadikan anak-anak mereka sebagai "Superkids" juga sangat
diharapkan. Namun banyak dari anak anak mereka biasanya kurang
menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.

Milk and Cookies Parents - (Ortu Ideal)

Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa
kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang
sehat dan manis. Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan
menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan
mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan.
Kelompok ini tidak berpeluang menjadi oraugtua yang melakukan
"miseducation" dalam merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka
memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh
perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua.
Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan
musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang
makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi
anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak
mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah
yang menyebabkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan
rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam
kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang
menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mereka
begitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat
menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya. Dengan kata lain
mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri
kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar seorang
anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik!

"Perlu diketahui bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih
kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti
daripada kenangan indah terutama kenangan manis di masa kanak-kanak.
Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang
indah, kenangan berharga yang
tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik.
Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya,
maka kelak seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila
hanya ada satu saja kenangan indah yang tersiampan dalam hati kita,
maka itulah kenangan yang akan
memberikan satu hari untuk keselamatan kita" (destoyevsky' s brothers karamoz).

FB, BB, dan Digital Colonization

Tahukah Anda? Peradaban Barat (dan juga sejumlah negara maju di belahan bumi lainnya) bisa maju disebabkan masyarakatnya secara lengkap telah mengalami berbagai tahapan kebudayaan secara linear dan utuh. Dari kebudayaan lisan, kebudayaan tulisan, kebudayaan baca, kebudayaan audio-visual (teve), dan sekarang kebudayaan cyber. Hal ini tidak dialami oleh bangsa Indonesia. Bangsa ini hanya mengalami kebudayaan lisan, lalu melompat ke kebudayaan audio-visual, dan sekarang termehek-mehek dengan kebudayaan cyber. Kebudayaan tulisan dan baca terlewat, dan sedihnya, terlupakan.

Bisa jadi, sebab itu ada perbedaan besar antara kebiasaan masyarakat Barat (dan masyarakat negara maju lainnya) dengan kebiasaan masyarakat Indonesia, salah satunya yang paling mudah dilihat adalah saat mengisi waktu luang, apakah itu sedang antre di bank, menunggu panggilan di loket rumah sakit, tengah menunggu kendaraan atau seseorang, sedang duduk di lobi hotel, atau sedang duduk di dalam kendaraan umum.

Di Barat dan di negara-negara maju, orang biasa mengisi waktu kosong atau waktu luangnya dengan membaca, apakah itu suratkabar, majalah, novel, atau buku non-fiksi. Jika bepergian kemana pun, mereka terbiasa selalu menyelipkan buku di dalam tas atau menentengnya di tangan. Sebab itu, bukan pemandangan aneh jika di dalam subway, di taman-taman, di halte bus, di depan loket berbagai instansi, di pinggir jalan, maupun di pantai, mereka selalu asyik mengisinya dengan kegiatan membaca.

Bagaimana dengan orang Indonesia? Silakan pergi ke tempat-tempat yang telah disebutkan di atas. Anda akan menemukan banyak sekali saudara-saudara sebangsa kita tengah asyik memainkan gadget mereka, bukan membaca. Sebab itu, Indonesia sejak lama menjadi pangsa pasar yang sangat menggiurkan bagi para produsen ponsel dunia. Bahkan konon, negeri ini telah menjadi semacam wilayah test pasar bagi produk-produk ponsel dunia teranyar. Dan setahun belakangan ini, ponsel dengan fasilitas chatting atau pun yang membenamkan kemampuan untuk bisa ber-fesbukan-ria laku keras. Blackberry-pun naik daun. Dan jangan heran jika di negara terkorup dunia dan nyaris masuk dalam kategori “Negara Gagal” ini ternyata bisa menjadi empat besar dunia dalam rating angka penjualan Blackberry. Blacberry dan Fesbuk telah menjadi trend masyarakat kita sekarang.

Digital Colonization

Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Demikianlah salah satu akibat dari trend digital sekarang ini. Fungsi asli dari FB dan situs jejaring sosial lainnya seperti halnya Friendster, Twitter, dan sebagainya adalah untuk membuat jaringan teman di dunia maya. Hal ini sangat bermanfaat bagi para marketer atau orang-orang yang memang diharuskan bergiat untuk berhubungan dengan banyak orang. Hanya saja, di Indonesia dan mungkin di negara lain, situs jejaring sosial ini malah menjadi trend yang sedikit banyak menggusur produktifitas nyata. Sekarang, lebih banyak orang menyukai melakukan kegiatan FB ketimbang membaca buku, kontemplasi, dan sebagainya. Padahal bagi kebanyakan orang, berfesbukan-ria tidak ada bedanya dengan ngerumpi dengan sesama teman di sekolah, pasar, atau pun kantor. Disibukkan dengan persoalan remeh-temeh. Wasting Time. Dengan sendirinya, produktivitas manusia menjadi menurun.

Kehadiran gadget hebat (dan mahal) seperti BB dengan media FB disadari atau tidak sekarang ini pada akhirnya hanya menjadi semacam simbol status. Di negara yang peradaban pengetahuannya sudah maju, penanda status sosial, apakah dia hebat atau tidak adalah buku. Semakin banyak buku yang dia baca maka semakin hebatlah dia di mata teman-temannya. Kredibilitas orang ditentukan oleh banyak sedikitnya pengetahuan yang didapat dari buku.

Namun di negara yang nyaris gagal seperti Indonesia terjadi parodi yang menyedihkan, penanda status sosial orang kebanyakan dilihat dari seberapa banyak dan canggihnya gadget yang kita tenteng, walau mungkin dia harus kredit untuk bisa memiliki itu. Ini sebenarnya merupakan pars pro toto, dari kecenderungan sebagian besar masyarakat kita yang memandang status orang, kredibilitas orang, status sosial orang lain, dengan sedikit banyaknya harta benda yang dimilikinya, tanpa perduli apakah dia bisa hidup kaya raya dengan merampok uang rakyat, menggelapkan uang umat, korupsi, dan sebagainya.

Hal ini menimbulkan efek domino, kian hari kian banyak orang yang ingin kaya raya dengan jalan pintas. Salah satunya dengan menjadi anggota legislatif misalnya, padahal dia sama sekali tidak mempunyai prestasi apa pun di masyarakat. Ini sesungguhnya merupakan mental bangsa terjajah.

Bagi kebanyakan orang di sini, bagi bangsa yang belum tersentuh budaya membaca dan lebih suka dengan kebudayaan mengobrol dan menonton, maka kehadiran BB dan FB dan semacamnya, tanpa disadari telah banyak merampas waktu berharga dalam hidupnya. Banyak orang rela berjam-jam untuk ber-BB atau ber-FB-ria, dan melupakan membaca buku, padahal waktu merupakan Pedang Democles, yang tanpa ampun akan membabat siapa saja yang tidak mengunakannya dengan baik. Inilah apa yang sebenarnya disebut sebagai Digital Colonization, penjajahan digital.

Pemakaian BB dan juga FB tidaklah salah. Bagi pekerja yang banyak menghabiskan waktu di jalan dan harus selalu connect dengan rekan-rekan kerjanya, atau bosnya, atau seorang profesional yang harus selalu online, maka BB adalah hal yang amat penting. Demikian juga dengan FB, sangat vital bagi para marketer atau orang yang harus berhubungan dengan banyak orang lainnya, atau publik figur misalnya. Di tangan mereka, BB dan FB menjadi salah satu alat penunjang prestasi yang memang penting. Dan saya yakin, orang-orang seerti ini tidak akan terjerumus dalam kemubaziran pemakaian waktu karena mereka tahu kapan harus memulai dan kapan harus berhenti.

Apakah Anda sekarang telah memiliki akun di FB? Jika sudah maka manfaatkanlah dia dengan baik, tepat, dan bijak, bukan sekadar untuk wasting a time. Membaca buku atau membaca Qur’an, jauh lebih berguna untuk mengisi waktu ketimbang ngobrol. Dan jika Anda belum memiliki akun di FB, berpikirlah seribu kali, apakah Anda sudah siap untuk itu? Apakah hal itu merupakan KEBUTUHAN Anda, dan bukan sekadar KEINGINAN? Janganlah waktu yang sedikit ini dipergunakan dengan sia-sia, penuh kemubaziran. Karena Allah SWT telah memperingatkan umat-Nya jika kemubaziran itu adalah perilaku saudara-saudaranya setan. Na’udzubillah min dzalik. (Rd)

Apa Pesan dari Ledakan Di Mega Kuningan?

Ketika ledakan itu terjadi, kami di Kompas.com menerima laporan dari sejumlah rekan. Menurut informasi yang kami terima secara cepat itu: telah terjadi dua kali ledakan di Mega Kuningan! Tentu saja kami, setidak-tidaknya saya pribadi saat menulis postingan ini, tidak berani menyatakan bahwa ledakan yang dimulai pukul 07.45 itu sebuah ledakan bom. Biarlah aparat kepolisian yang menentukannya. Demikian juga tujuan dari ledakan itu, saya belum bisa menyimpulkan secara tergesa-gesa.

Tetapi pertanyaan berbau asumsi boleh saja saya kemukakan di sini: apakah ledakan itu ditujukan pada kedatangan pasukan Manchester United (MU) yang akan bertandang ke Jakarta?

Jika itu benar sebuah ledakan bom, bagi saya itu meninggalkan pesan penting: sebenarnya kalau pelaku itu mau meledakkan bom di negeri ini, kapanpun bisa!

Mengerikan, bukan?

Persoalannya, mengapa mereka mengambil momen saat kedatangan MU di Indonesia? Bagi saya, inipun meninggalkan pesan kuat lainnya, yaitu mereka ingin menegaskan: bahwa kami (pembuat dan peledak bom alias teroris) masih ada di Indonesia! Sebuah pekerjaan rumah yang berat bagi aparat.

Bom dan ledakan dirancang untuk membuka mata dunia. Mata dunia kebetulan sedang tertuju ke Jakarta saat pasukan MU sebentar lagi datang dan bermarkas di salah satu hotel yang dekat dengan pusat ledakan: Hotel RC. Pada menit-menit pertama televisi menyiarkan adanya ledakan itu, tidak ada satupun kata “MU” yang keluar. Mereka tidak mau menautkan ledakan itu dengan kedatangan/keberadaan MU di Indonesia.

Mungkin atas ledakan itu, pasukan Sir Alex Fergusson karena alasan keamanan, batal hadir di Jakarta! Pecinta MU di Jakarta pun akan gigit jari! Bisnis bagi yang mendatangkan MU ke Indonesia pun hancur lebur karenanya.

Bagi perancang dan peledak bom, “pesan ledakan” ini haruslah sampai ke telinga dunia: bahwa kami (teroris) masih ada di Indonesia. Bahwa ledakan itu distel bersamaan dengan kehadiran MU di Indonesia, itu sesuatu yang dirancang dengan sengaja. Kalau tanpa embel-embel “MU” dalam ledakan itu, gaungnya tidaklah sedahsyat yang diharapkan (si pelaku).

Tinggallah kengerian yang tersisa dalam diri saya: mereka (teroris peledak bom) itu bisa melakukan aksinya di negeri tercinta ini kapanpun juga kalau mereka mau, tanpa harus menunggu MU! Bukan karena Indonesia aman dari ledakan bom, lebih karena mereka (teroris) belum mau saja meledakkannya.

Mudah-mudahan aparat keamanan lebih siaga!

Oleh Pepih Nugraha - 17 Juli 2009

malu mengeluh

Pernahkah anda mendengar seseorang mengatakan bahwa manusia itu adalah mahluk yang suka berkeluh kesah? Saya mendengar itu sudah sangat lama. Mungkin ketika saya masih kecil. Dan sekarang setelah memasuki usia dewasa, saya mendapati bahwa hal itu benar adanya. Kenyataannya, sangat mudah bagi kita untuk mengeluhkan tentang ini dan itu. Kita bisa mengeluh tentang penghasilan. Kita bisa mengeluh tentang pekerjaan. Tentang kesehatan. Tentang atap rumah yang bocor. Tentang jerawat yang membandel. Tentang sariawan akibat bibir tergigit secara tidak sengaja. Bahkan, kita mengeluh karena terlalu banyak hal yang harus kita keluhkan. Lantas, kapan kita akan berhenti mengeluh?

Belum lama ini saya bertemu dengan seseorang yang saya kagumi. Sebenarnya, pertemuan itu dijadwalkan untuk melakukan wawancara supaya saya bisa memahami kebutuhan perusahaan itu akan program pelatihan yang saya fasilitasi. Selama proses wawancara itu, kami merasa mulai akrab satu sama lain, sehingga kami tidak menyadari bahwa sebelumnya kami sama sekali tidak saling mengenal. Oleh karena itu, setelah semua hal yang saya agendakan untuk didiskusikan dalam wawancara itu selesai, ada perasaan aneh yang kami rasakan, yaitu; kami seolah belum ingin berhenti berdiskusi. Walhasil, pembicaraan kami memasuki ’topik’ yang sifatnya lebih personal. Tepatnya, tentang ’konsep diri’ masing-masing. Lebih tepatnya lagi; saya mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan konsep diri beliau. Sebab, saya lebih banyak mengeksplorasi dan mendengar daripada mengemukan pandangan saya sendiri.

Ada begitu banyak pelajaran yang saya dapatkan. Namun, satu hal yang bisa saya paparkan disini adalah tentang pandangan beliau mengenai rasa malu. Rasa malu? Ya, rasa malu. Tetapi, ini bukan rasa malu kita dihadapan sesama manusia. Melainkan rasa malu kepada Tuhan. Hebatnya lagi, orang yang saya kagumi ini mampu menggambarkan pelajaran penting itu dalam sebuah kalimat sederhana. Maaf, bukan kalimat, melainkan sebuah frase yang dibangun oleh dua kata, yaitu;’Malu Mengeluh’.

Jika kita merasa malu untuk berlari-lari dijalanan dengan tubuh tanpa busana, maka kita tidak akan melakukannya. Itu pasti. Kecuali jika kita sudah kehilangan akal sehat; maka apapun tidak akan membuat kita malu. Bayangkan, apa yang terjadi jika seseorang merasa malu untuk mengeluh. Dia malu kepada Tuhan jika harus mengeluh. Lho, bukankah orang bijak menyarankan agar kita mengadukan segala permasalahan yang kita hadapi itu kepada Tuhan? Benar. Namun, mengeluh bukanlah istilah lain dari frase ’mengadukan setiap permasalahan kepada Tuhan’.

Ketika kita mengadukan persoalan hidup kepada Tuhan, kita mengakui bahwa diri ini memang lemah. Dan kita berharap agar Tuhan berkenan untuk memberikan bantuan. Sedangkan mengeluh? Ini beda. Sebab, ketika kita mengeluh kita merasa ada sesuatu yang salah dengan takdir ini. Sehingga, ketika mengeluh sesungguhnya kita seperti menyalahkan nasib atas semua hal yang kita alami. Padahal, ada banyak bukti bahwa keluhan yang kita lontarkan selalu bersumber kepada kurangnya rasa syukur kita atas semua pencapaian yang sudah kita raih. Itulah sebabnya, mengapa ’mengeluh’ itu bukan monopoli orang susah. Orang yang sukses pun sangat terampil mengeluh. Ibaratnya, si A mengeluhkan nasibnya yang tidak sebaik si B. Sebaliknya, si B mengeluhkan takdirnya yang tidak senyaman si A. Anehnya, jika saja si A dan si B saling bertukar posisi; belum tentu mereka akan berhenti mengeluh.

Sahabat baru saya itu bercerita tentang berbagai pencapaian yang pernah diraihnya. Baik pencapaian karir profesionalnya, maupun pencapaian dalam bidang kehidupan lain. Semua itu cukup untuk membuat saya mengagumi semua pencapaian beliau. Tidak banyak orang yang bisa seperti dirinya. Tentu saya tidak bermaksud melebih-lebihkan. Karena kenyataannya manusia memang tidak sempurna. Namun, diantara ketidaksempurnaan itu; ada orang-orang yang amat diberkati. Lalu dia berkata; ”Itulah sebabnya, saya merasa malu untuk mengeluh……”

Saya tersentak mendengar itu. Sebab, kalimat itu benar-benar menohok jantung saya. Memang, tidak ada satu manusia pun yang kehidupannya selalu indah. Sebab, kita percaya bahwa kehidupan itu seperti roda. Kadang diatas, kadang dibawah. Tetapi, orang-orang yang senantiasa berterimakasih atas semua pengalaman diri ketika roda kehidupannya tengah berada diatas; adalah mereka yang tidak hendak menghapus semua keindahan itu dengan kesulitan yang dia hadapi saat roda kehidupan tengah menekannya dibawah.

Ketika kita sungguh-sungguh berterimakasih atas sebuah berkat, maka kita tidak akan mengeluh ketika tengah diuji dengan sebuah situasi sulit. Sebaliknya, kita semakin berterimakasih karena ternyata nikmat yang dulu pernah didapat itu begitu bernilai. Dan ketika kita begitu khusyuknya bersyukur, kita lupa untuk mengeluh. Bahkan, sekalipun kita ingat; kita tidak jadi mengeluh. Karena, kita malu untuk mengeluh. Oleh karenanya, yang terucap dan tertindak tiada lain adalah ungkapan penghargaan atas semua kenikmatan yang telah Tuhan anugerahkan. Sekalipun Tuhan tengah mengujinya, tetapi kita merasa malu mengeluh. Lalu kembali berterima kasih. Duh, betapa santunnya seorang hamba ketika terus berterimakasih, bahkan ketika tengah berada dalam ujian. Pantaslah jika semakin hari, dia semakin disayang oleh Tuhan.

www.dadangkadarusman.com

Al Ma'aarij (70-19)

إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا

Inna alinsana khuliqa halooAAan
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Truly man was created very impatient;-


Perubahan Diri, Ketika Memegang Amanah

Mungkin ini episode kehidupan seseorang, yang sangat jarang ditemui, ketika kehidupan sudah banyak berubah. Berubah dikarenakan sifat-sifat manusia sendiri. Mereka tidak dapat menemukan kehidupan yang sebenarnya.

Manusia menjadi hamba atas dirinya, dan nafsu tidak dapat memuliakan manusia. Mengapa banyak diantara manusia memilih nafsu, yang melandasi kehidupannya? Tapi, di tengah-tengah kepekatan kehidupan dunia, masih ada orang-orang yang menjadi teladan dalam kehidupan ini. Kisah ini akan dapat memberikan percikan air, bagi yang dahaga akan kemuliaan.

Muhammad bin Ka’ab al-Quradhi, mengisahkan kehidupan Amirul Mu’minin, Umar bin Abdul Aziz, yang sesudah menjadi Khalifah menjadi asing dan aneh. Sebuah penuturan yang sangat menyentuh hati, bagi yang masih mempunyai rasa, dan Ka’ab mengisahkannya.

“ Sekali waktu saya menemui Umar bin Abdul Aziz setelah diangkat menjadi Khalifah. Sungguh. Kiranya tubuhnya sudah sangat menjadi kurus. Rambutnya telah memutih. Raut mukanya sudah jauh berbeda dengan sebelumnya. Padahal, dahulu sewaktu Umar menjadi Gubernur di Madinah, Umar adalah seorang yang sangat tampan dan badannya berisi …”

Kemudian, ketatap wajahnya lama sekali, sehingga ia bertanya kepadaku :

“Wahai Ibnu Ka’ab, apa yang menyebabkan anda menatapku seperti itu, padahal dulu anda tidak pernah berbuat demikian?”, tanya Umar. “Saya sangat heran, wahai Amirul Mu’minin!”, jawab Ka’ab. “Apa yang mengherankanmu?”, tanya Umar lagi. “Perubahan diri Amirul Mu’minin. Badan Amirul Mu’minin menjadi kurus, rambut memutih, raut wajah yang memucat. Kemana keindahan diri Amirul Mu’minin yang sangat mempesona dulu? Rambut hitam lebat, tubuh nampak gagah, dan subur”, tambah Ka’ab. Tapi, segala sirna keindahan yang dimiliki Umar bin Abdul Aziz, ketika menjadi Khalifah.

Lalu, Umar menjawab semua pertanyaan Ka’ab itu dengan mengatakan : “Engkau akan lebih heran lagi, bila melihat diriku nanti s etelah terkubur dalam tanah. Mataku akan copot dari tempatnya, dan ulat-ulat akan berkeliaran di mulut dan tenggorokanku”, ujar Umar.

Ya. Wajah yang tampan dan tubuh yang gagah perkasa itu telah berubah, karena deraan tanggung jawabnya yang besar. Suatu hari, di awal masa jabatannya sebagai Khalifah, dipangilnya istrinya, Fatimah, wanita mulia putri seorang Khalifah, yang sangat jelita itu, lalu dihadapkan pada kenyataan yang harus mereka hadapi. Dengan lemah lembut, disampaikan oleh Umar kepada Fatimah, bahwa seorang suami, Umar sudah tidak ada harganya lagi. Beban yang harus dipikulnya sangat berat, sehingga tidak ada lagi waktu yang tersisa untuk keperluan-keperluan lainnya.

Dan, Umar menyerahkan kepada Fatimah sepenuhnya hak untuk memilih jalan hidup dan menentukan dirinya..

Tapi, Fatimah, namanya yang terukir dengan gemerlapan sepanjang sejarah, memilih tetap menemani Umar, sampai ajal menjemputnya. Fatimah selalu mendampingi Umar, meskipun sangat terasa berat dalam memasuki kehidupan ini. Fatimah sama sekali tak pernah mengeluh, tatkala perutnya kelaparan, meskpun Fatimah, istri seorang Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Dan, Fatimah hanya mengatakan : “Alangkah bedanya kehidupan kami sebelum dan sesuah menjadi Khalifah, bagaikan timur dengan barat”, ujarnya. “Demi Allah, kami belum pernah menikmati kegembiraan setelah kami menduduki jabatan ini ..”, tambahnya. Kini, lenyaplah sudah segalanya dari sisi permaisuri ini.

Padahal, sebelumya ia adalah seorang puteri Khalifah dan merupakan saudara Khalifah, yang segala kenikmatan hidup tersedia baginya. Sutera yang sangat halus dan indah, intan permata, emas dan perak, serta harta kekayaan lainnya. Kini, yang dimiliki Fatimah, tinggal dua lembar baju kasar. Karena, Umar bin Abdul Aziz telah menyuruh semua kekayaannya dijual, termasuk kekayaan isterinya, kekayaan anak-anaknya. Semua uang hasil penjualan kekayaannya itu diserahkan kepada Baitul Mal milik kaum muslimin.

Kini, Fatimah dan Umar, berdua, hanya makan roti kering yang hanya diolesi minyak atau dicampur dengan sedikit bumbu. Hingga, Fatimah yang mulanya sangat cantik itu, berubah menjadi wanita yang pucat dan lunglai ..!

Sekali waktu, Amirul Mu’minin masuk ke dalam kamarnya. Di dapatinya Fatimah sedang menambal pakaiannya, yang usang sambil duduk bersimpuh diatas tikar. Dipegangnya pundak istrinya Fatimah, seraya Umar berguarau : “Fatimah. Alangkah nikmatnya malam-malam yang kita lalui di Dabiq (Istana) dulu, jauh lebih menyenangkan dari malam-malam seperti sekarang ini”, ucap Umar. Maksudnya, kehidupan mereka berdua sebelum menjadi Khalifah.

Lalu, Fatimah menjawab : “Demi Allah, padahal waktu itu, kanda (Khalifah Umar) tidak lebih mampu dari waktu sekarang ini”, ucap Fatimah. Mendengar ucapan istrinya, Fatimah, kemudian wajah Umar pun menjadi muram, airmatanya pun mengalir deras. Umar sadar bahwa senda guraunya telah melewati batas. Kemudian, Umar : “Wahai Fatimah. Aku takut terhadap siksa Rabbku, jika mendurhakia-Nya,yakni di suatu hari yang amat dahsyat siksanya”, ungkap Umar kepada istrinya Fatimah.

Dan, tak lama, Fatimah telah terbiasa dan menyenangi kehidupan yang dipilih oleh suaminya Umar untuk dirinya dan seluruh keluarganya. Dan, Fatimah menghayatinya dengan setia dan penuh cinta. Sampai keduanya dipisahkan oleh kematiannya. Wallahu ‘alam.

oleh Mashadi

Happy Father's Day to my dear Dad!




As you have loved me, so have I loved you,

pleased to tell you, now that words are due,

pleased to have this chance to make you glad.


Your years of love and sacrifice have had

for me the force that you would wish them to,

A wind that takes me home to harbors new,

the inner voice in clothes familiar clad.


How might I be myself, except I see

each gesture in the mirror of your grace,

remembered as it was when long ago,

ere I knew why, I looked to you for love?


So am I of you inextricably,

defined by trends not difficult to trace

as I grow into someone that I know

yet myself in ways that time will prove.