Surat Untuk Firman

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?

Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.

Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.

Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.

Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!

http://itonesia.com/surat-untuk-firman/

CPU-Z & Linpack Benchmark

CPU-Z is a freeware that gathers information on some of the main devices of your system.























The Linpack Benchmark is a numerically intensive test that has been used for years to measure the floating point performance of computers.

Sang Pencerah Ataukah "Sang Pengacau"?

“Akh, udah nonton film Sang Pengacau belum?”

Sebuah SMS dari sahabatku.

Sang Pengacau? Filmnya K.H Ahmad Dahlan itu? Koq Pengacau?!?!”

“Iya. Kan pengacau itu. Ngacaukan arah kiblat, ngacaukan takhayul, bid’ah dan khurafat. He he he...”

Ini hanya guyonan sahabatku saat menunggu pintu masuk menonton film “Sang Pencerah”.

***

Film itu bercerita tentang seorang pemimpin pergerakan Muhammadiyah. Muhammad Darwis nama kecilnya. Pemuda Jawa tumbuh sebagaimana pemuda yang lainnya. Pada lingkungan yang sama tempat anak-anak yang lain berkembang, pada pendidikan yang sama, pada kultur dan budaya yang sama. Ia juga menyaksikan rusaknya aqidah umat, kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan yang sama akibat penjajahan kolonial Belanda saat itu. Dari sedikit biografi yang pernah saya baca tentang Darwis muda, tidak ada yang istimewa.

Namun, hasilnya kemudian berbeda. Ia muncul sebagai pembaharu dan pemimpin. Lantas, dimanakah rahasianya? Belajar dari sejarah para pahlawan Mukmin, ada dua faktor.

Pertama, semua itu sepenuhnya adalah karunia Allah SWT untuk masyarakat yang hidup di zamannya. Sebab, Rasulullah saw pernah bersabda, “Jika Allah SWT meridhai suatu kaum, maka Allah akan mengangkat orang-orang terbaik dari mereka sebagai pemimpin. Dan jika Allah memurkai suatu kaum, maka Allah akan mengangkat orang-orang terjahat dari mereka sebagai pemimpin.” (HR. Tirmizi)

Kedua, Dahlan muda mempersepsi lingkungannya dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang. Pada banyak orang di masyarakatnya, keterbelakangan akibat penjajahan dianggap sebagai nasib yang niscaya dan tidak dapat diubah. Dahlan justru melihat keterbelakangan itu sebagai objek yang harus diubah dan kendali perubahan itu ada pada manusia. Jadi, sejak awal ia berpikir sebagai pelaku dan perubah. Dia mungkin lapar, tetapi ia lebih banyak memikirkan kemiskinan sebagai fenomena sosial yang harus diubah. Dia mungkin dari keluarga tidak terdidik, tetapi dia kemudian berpikir menjadi otodidak dan mengembangkan pendidikan. Begitulah akhirnya ia menjadi Sang Pencerah.

Akan tetapi, tanpa tahu kisah hidup beliau dari film atau biografinya, mungkin hanya sedikit orang yang tahu berapa besar pajak yang harus dibayar hingga namanya turut meghiasi zamrud khatulistiwa yang mengalungi sejarah Indonesia. Kita juga tidak pernah tahu bagaimana beliau mengalami keterasingan, isolasi, dan ditinggalkan kaumnya. Saat itu, tidak semua orang dapat memahaminya. Saat itu dia sedikit, bahkan sendiri. Disebut sebagai “pengacau”, ketika keyakinan leluhurnya tentang Islam yang berbau mistik coba untuk diluruskan. Saat namanya mengenang dalam sejarah, dia sudah tiada. Mungkin juga dia tidak pernah tahu, jika satu abad kemudian kisah hidupnya difilmkan bukan sebagai “Sang Pengacau”, tapi “Sang Pencerah.” Dan memang seperti itu jalan dakwah para Rasul dan penerusnya. Mulanya disebut pengacau, tetapi keikhlasannya dalam memberikan kontribusi pada umat, mengabadikan namanya dalam ingatan manusia justru ketika ia sudah tiada sebagai Sang Pencerah.

Lalu, apakah hari ini yang diperjuangkan KH. Ahmad Dahlan untuk membersihkan aqidah umat dari syirik, khurafat, dan bid’ah sudah berhasil? Belum. Ternyata musuh-musuh dakwah membingkainya dengan sangat cantik. Ternyata kebathilanpun lebih terorganisir. Kesyirikan sekarangpun berpindah dari tempat-tempat keramat seperti pohon besar, kuburan, berpindah ke majalah-majalah mingguan horoscop, televisi, internet, bahkan ada yang berlangganan melalui ponsel pribadinya. Meskipun di daerah-daerah terpencil syirik kuno itu masih banyak yang melakukannya. Karena memang belum tersentuh dakwah Islam. Butuh kerja keras dari para generasi penerusnya. Bukan hanya tugas Muhammadiyah, tapi setiap lapisan masyarakat yang kini mulai tinggi tingkat keberagamaannya

Zaman KH. Ahmad Dahlan, hari ini, atau bahkan setiap zaman, selalu ada pembangkangan aqidah, dan perusakan moral. Dan dari setiap potongan zaman, akan selalu ada pahlawan Mukmin yang lahir sebagai pelaku yang membenahi kerusakan-kerusakan yang terjadi dalam masyarakat. Dan setiap perbaikan itu pelakunya adalah anak-anak muda.

Ada pemuda seperti Ibrahim yang membabat berhala kemusyrikan dan menentang tirani Namrudz. Ada Musa yang menyelamatkan Bani Israel dari penyembahan terhadap Fir’aun. Ada Shalahudin Al-Ayyubi yang membebaskan Yerusalem dari tentara salib. Thariq bin Ziyad yang menaklukan Andalusia. Mimpi kaum Muslimin untuk menaklukan Konstatinopel pun di pimpin pemuda belia Muhammad Al-Fatih Murad.

Di Indonesia sendiri, setiap krisis yang melanda negeri ini dalam setiap potongan zamannya, hanya dapat diatasi oleh anak-anak mudanya. Kebangkitan Nasional 1908, dipelopori oleh anak-anak muda Boedi Oetomo. Sumpah pemuda 1928 pun pastinya digagas oleh anak-anak muda dari seluruh nusantara. Kemerdekaan Indonesia 1945 juga bukan semata-mata perjuangan dari tokoh-tokoh seperti Soekarno ataupun Hatta. Tetapi desakan keras dari para pemuda Indonesia untuk menculik kedua tokoh tersebut agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Krisis terus berjalan memasuki era orde lama yang dipimpin Soekarno. Kearoganan Soekarno tumbang juga oleh anak-anak muda yang tidak puas dengan kediktatoran Soekarno. Memasuki Orde Baru pun tak jauh berbeda. Soeharto juga lengser dengan cara yang tidak enak dikenang. Dan itu juga oleh anak-anak muda.

Zaman memang sudah berganti. Tetapi sejarah akan selalu diulang. Penodaan aqidah, kerusakan moral, kemiskinan, kebodohan dan masih banyak lagi persoalan yang terus menghayuti negeri ini. Jika setiap potongan zamannya selalu ada pembaru yang membawa perubahan? Lalu kemanakah dia? Apakah dia ada dinegeri ini? Saya hanya khawatir dengan sabda Rasulullah sebelumnya “Dan jika Allah memurkai suatu kaum, maka Allah akan mengangkat orang-orang terjahat dari mereka sebagai pemimpin.”

Tidak. Masa depan negeri ini tidak ditentukan seperti apa pemimpinnya hari ini. Tapi ditentukan seperti apa pemudanya hari ini. Karena pemimpin negeri ini kelak adalah para pemuda yang hari ini mau melakukan perubahan. Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan masih mungkin dibangun di negeri ini. Tidak peduli seberapa berat krisis yang menimpa kita saat ini. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang menginginkan kehancuran bangsa ini. Masih mungkin. Dengan satu kata: para pemudanya.

Tapi adakah hari ini pemuda seperti Darwis dihadapan kita? Ada. Para pemuda seperti Darwis ada disini. Mereka sedang membaca tulisan-tulisan kacau ini. Mereka adalah aku, kau dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk bergerak melakukan perubahan; dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud yang menghiasi peradaban dunia yang baru.

“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Al-Kahfi: 13)



Wallahualam bi shawab

Oleh Yogie Edi Irawan

ikhwan_gie@yahoo.co.id
Tangerang, 21 September 2010

http://www.eramuslim.com/oase-iman/yogie-edi-irawan-sang-pencerah-dan-para-pemuda-yang-dinanti.htm

Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka...


Dalam suatu majelis Rasulullah saw mengingatkan para sahabat-sahabatnya,

“Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah SWT memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya.”

Salah seorang sahabat bertanya,

“Ya Rasulullah, bagaimana cara membantu anakku sehingga ia dapat berbakti kepadaku?”

Nabi Menjawab,

“Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya.”

(HR Ahmad)

Selamat Idul Fitri 1431 H

Arena 2.0.1 with Stockfish 1.8 and ProDeo 1.6



















download here

arena source:
http://www.playwitharena.com/

chess engine source:
http://www.stockfishchess.com/
http://www.top-5000.nl/prodeo.htm

also included PETIR v4,999999
PETIR is strongest chess engine from Indonesia, created by Peter Alloysius.

how to delete files with reserved names

Because programs control the policy for creating files in Windows, files sometimes are created by using names that are not valid or reserved names, such as AUX, CON, NUL, and PRN, or LPT1. This article describes how to delete such files by using the standard user interface.

NOTE: You must be logged on locally to the Windows computer to delete these files.

If the file was created on a file allocation table (FAT) partition, you may be able to delete it under MS-DOS by using standard command line utilities (such as DEL) with wildcard(s). For example:
  • DEL PR?.*

    -or-
  • DEL LPT?.*
Another option is to use a syntax that bypasses the typical reserve-word checks completely. For example, you can possibly delete any file with a command such as:

DEL \\.\driveletter:\path\filename

For example:
DEL \\.\c:\somedir\aux

If the name in the file system appears as a directory, use the following syntax.
For example, you can possibly delete any directory with a command such as:

RD \\.\:\\

For example:
RD \\.\c:\somedir\aux

-or-
RmDir \\.\:\\

For example:
RmDir \\.\C:\YourFTP_ROOT's_PATH\COM1 /s /q

/s
-This switch removes all directories and files in the specified directory and also the directory itself. This switch also removes a directory tree.

/q-This switch stands for Quiet mode. Do not ask if you can remove a directory tree that contains the /s switch.

we will soon pray together in Al Aqsa Mosque


Being the first non-Arab official to speak about it, Turkish Foreign Minister, Ahmad Davutoglu promised that "We Shall Pray in Al Aqsa Mosque Soon".

Davutoglu's speech came during the Economic Istanbul Forum, in front of some of his Arab counterparts who participated in the forum.

According to Milliyet newspaper, Davutoglu had a private meeting with 17 Arab Foreign Ministers, in which he spoke in a strict tone saying, "Al Quds will soon be the capital of Palestine, and we will soon pray together in Al Aqsa Mosque".

A Turkish Foreign Ministry official, explained Minister Davutoglu's statement as follows, "It is known that any Turkish citizen is able to pray in Al Aqsa mosque now, but he or she has to purchase a Visa into the occupied territories. What Davutoglu means is forming a Palestinian state where its capital is Al Quds, to which Arab leaders would freely pay a visit and pray in Al Aqsa Mosque without any "Israeli" Visa".

The Turkish official further explained that to Turkey now, the end of the Gaza siege is not far away. "As freeing Gaza was our aim, establishing a Palestinian state will be a major aim", he concluded.

The Turkish stance has become pro-Palestinian and anti-"Israeli" since the "Israeli" assault on Gaza, which caused the death of 1,400 Gazan civilians, in addition to billions worth economic damages.

Adakah Aku Setegar Bunda Hajar?

Bulan Juni...Sebuah bulan yang penuh kenangan indah dan tetesan air mata bahagia. Pun, bulan Juni adalah bulan penuh linangan air mata duka. Setahun yang lalu, 14 Juni 2009, Allah memanggil kekasihku menghadap-Nya.

Ikatan suci pernikahan yang menyatukan kami, membuat hari-hari indah laksana alam surgawi ternyata begitu singkat, hanya enam tahun lebih tiga belas hari.

Kenangan-kenangan indah bersamanya terpatri kuat dalam hati. Tiada pernah terlupa tetesan air matanya saat melepas masa lajang dan ketika menemaniku berjuang melahirkan anak-anak.

Akan selalu kusimpan rapi dalam memoriku, jasa-jasa beliau menemani hari-hari hingga detik-detik akhir hayat Ibu, wanita yang melahirkan dan membesarkanku. Ketika itu, beliau pula yang menghibur dan menguatkanku.

Kini tiada lagi belahan jiwa yang menemani hari-hariku. Tiada lagi sahabat sejati, tempat aku mencurahkan perasaan dan berbagi suka duka. Tiada lagi sosok ayah berwibawa yang bersama-sama mengasuh dan membesarkan buah hati kami.

Tiada lagi laki-laki pencari nafkah untuk keluarga. Sungguh ... aku benar-benar kehilangannya, kehilangan separuh jiwaku. Kehilangan yang teramat sangat, hingga muka ini kerap bercadar air mata.

Kusadari dalam hidup ini impian tak selamanya bersesuaian dengan kenyataan. Kala perih dan pilu menyelimuti sanubari, selalu terselip nasihat untuk diri. Kuingatkan diriku bahwa seharusnya aku tersenyum bahagia karena Allah telah memilih kekasih hatiku untuk segera menemui-Nya.

Kuyakin Ia Yang Mahasegalanya akan membahagiakan belahan jiwaku di alam sana. Pun, kuyakin Yang Mahakuasa tak akan membiarkanku bergulat dengan beban kehidupan ini seorang diri. Dengan caranya yang luar biasa -yang mungkin tidak bisa dinalar dengan logika manusia- akan selalu ada uluran tangan-Nya untuk kami.

Aku selalu terinspirasi oleh kisah ketegaran dan ketawakalan Bunda Hajar. Suaminya, Nabi Ibrahim meninggalkan beliau dan anak semata wayangnya Ismail di suatu padang tandus yang bahkan tidak ada rumput tumbuh.

Kala itu Hajar bertanya, ”Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan ini?” Ketika kekasih Allah itu membenarkan pertanyaannya, maka Hajar berkata, ”Kalau Allah yang memerintahkan demikian, niscaya Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.” Sebuah kalimat yang menunjukkan ketegaran, kekuatan iman, dan ketawakalan jiwa yang luar biasa.

Ibrahim pun telah pergi dari sisi Hajar. Setelah perbekalannya hampir habis, Hajar berlari menuju Bukit Shafa, berharap bertemu dengan suatu kafilah yang lewat untuk dimintai pertolongan. Ketika tak ditemui seorangpun, beliau turun untuk menuju Bukit Marwah.

Begitulah, beliau dengan panik, gelisah, dan khawatir, mondar-mandir hingga tujuh kali karena Ismail terus menerus menangis kehausan. Demikian juga dengan Hajar, beliau pun kehausan hingga tak keluar air susunya.

Allah Maha Menepati Janji, Ia memberikan rezeki pada hamba-Nya dari arah yang tidak disangka-sangka. Di tengah kekalutan, muncullah mata air yang letaknya dekat dengan Ismail. Hajar bergegas menuju mata air tersebut dengan penuh rasa syukur.

Tak berapa lama kemudian muncullah suatu kafilah yang meminta izin kepada Hajar untuk mengambil air Zam-zam dan bermaksud untuk tinggal di lembah itu. Sejak saat itu, Hajar dan puteranya tak sendirian lagi.

Kita memang harus banyak belajar menjadi wanita tegar, setegar Ibunda Hajar. Kuyakin, Allah tak akan meninggalkan kita. Ia selalu mendengarkan isak tangis, keluh kesah dan rintihan kita. Ia juga akan mengabulkan segala pinta kita, yang terbaik bagi kita.

Maka kini kukembali bersimpuh di hadapan-Nya, kuserahkan jiwa dan raga diiringi lantunan doa.

Rabbi...
Datang...
Datanglah Engkau...
Rengkuhlah aku...
Dalam belaian cinta-Mu
Dalam pelukan kasih-Mu

Rabbi...
Datang…
Datanglah Engkau…
Dengan tangan -Mu
Dengan keagungan-Mu
Mengangkat beban di pundakku

Rabbi…
Mahakasih-Mu
Mahakuasa-Mu
Menyuburkan samudera asa di jiwaku

***
Baiti Jannatii, 13 Juni 2010
(Ditulis sebagai curahan hati dan nasihat untuk diri)
http://nurwati-uf.blogspot.com

never gonna leave your side - daniel bedingfield



I feel like a song without the words,
a man without a soul,
a bird without its wings,
a heart without a home.

I feel like a knight without a sword,
a sky without the sun,
cause you are the one.

I feel like a ship beneath the waves,
a child who's lost its way,
a door without a key,
a face without a name.

I feel like a breath without the air,
and everyday's the same,
since you've gone away.

I gotta have a reason to wake up in the morning.
You used to be the one that put a smile on my face.
There are no words that could describe how I miss you;
I miss you, everyday. Yeah

And I'm never gonna leave your side.
And I'm never gonna leave your side, again.
still holding on, girl, I won't let you go,
Cause when I'm lying in your arms I know I'm home.

They tell me that a man can lose his mind / living in the pain.
Recallin' times gone by, I'm crying in the rain.
You know I've wasted half the time and I'm on my knees again.
'Til you come to me. Yeah.

I gotta have a reason to wake up in the morning.
You used to be the one that put a smile on my face.
There are no words that could describe how I miss you.
And I miss you, everyday. Yeah.

And I'm never gonna leave your side.
And I'm never gonna leave your side, again.
Still holding on, girl, I won't let you go.
Lay my head against your heart, I know I'm home.

I'm never gonna leave your side.
And I'm never gonna leave your side, again.
Still holding on, girl, I won't let you go.
Cause when I'm lying in your arms I know I'm home.

Warna Liberalisme dalam Islam dan Katolik, Samakah?

Dalam sebuah situs Katolik di Amerika, terdapat artikel berjudul The Evil of Liberalism, ditulis oleh Judson Taylor, tokoh besar Missionaris. Artikel itu ditulis pada awal abad ke-19 (1850an), dalam sebuah buku kumpulan essai berjudul An Old Landmark Re-Set diterbitkan ulang tahun 1856 dengan editor Elder Taylor. Di dalam pengantarnya editor situs itu menulis bahwa misi yang disampaikan artikel itu lebih cocok untuk kita pada hari ini. Sebab perkembangan liberalisme ke agamaan, akhir-akhir ini benar-be nar menakjubkan orang tapi seluruh nya destruktif bagi kitab suci Kristen.

Makalah itu dimulai dengan pernyataan tegas “Liberalisme telah menggantikan Persecutiton”. Persecutiton artinya panganiayaan atau pembunuhan. Dalam tradisi Kristen penganiayaan terjadi karena adanya keyakinan yang menyimpang (heresy) dalam teologi. Artinya liberalisme sama dengan penganiayaan. Hanya saja, lanjutnya, jika Persecution membunuh orang, tapi menyuburkan penyebabnya, maka liberalisme membunuh sebabnya dan menyuburkan pikiran orang. Dalam artian liberalisme memenangkan akal manusia daripada firman atau ajaran Tuhan.

Memang dalam sejarah agama Katolik, Persecution atau yang lebih hebat lagi inquisition merupakan alat pembela kebenaran agama. Cara ini, kata Judson Taylor, lebih disukai dari pada daripada kompromi Kebenaran versi liberal. Kompromi kebenaran mungkin sekarang ini menjadi relativisme yang mengakui semua benar meskipun salah satunya salah. Itu pun tidak konsisten. Dalam banyak kasus, orang liberal yakin bahwa Bible banyak masalah sedangkan kebejatan moral zaman ini malah tidak masalah.

Judson nampaknya belum curiga pada paham nihilisme atau pluralisme pemikir liberal. Sebab memang, ketika artikel ini ditulis, pemikiran Nietzsche masih sedang mencari bentuknya, dan faham pluralisme agama masih belum lahir. Dalam bahasa Judson, kaum liberal lebih cenderung permisif alias bersahabat dengan semua sekte dan kemunkaran.

Blunder yang terbesar di zaman ini, kata Judson, adalah mengakui liberalisme yang mendukung kesesatan demi persatuan (union). Padahal persatuan (kebenaran dan kesalahan) yang dimaksud liberal itu justru akan berakhir dengan kekacauan. Selain itu, cara berfikir liberal yang konon netral dan rasional itu ternyata memihak juga.

Akhirnya, Judson membuat ciri-ciri liberalisme keagamaan menjadi tujuh tapi yang utama ada enam: Pertama banyak mengingkari firman Tuhan. Kedua mengakui berbagai kesalahan di zamannya dan juga kebenaran. Tapi lebih banyak mengakui kesalahan. Ketiga, mengakui Tuhan hanya sebatas untuk kepentingan kemanusiaan, ketika ajaran Tuhan tidak dapat diterima maka akal manusia dimenangkan. Keempat, tidak ada yang mutlak dan pasti tentang Tuhan. Kelima, mempromosikan keraguan beragama yang tidak berarti. Keenam, mendukung keyakinan keagamaan dan prakteknya yang popular.

Orang yang berpikir liberal umumnya hanya ingin menghargai pemikiran bebas. Bebas dari kepercayaan yang dianggap membelenggu. Aroma humanisme begitu menonjol. Sebab manusia menjadi ukuran segala sesuatu (man is a measure of everything).Gejala liberalisme di alam pikiran Kristiani abad ke-19 itu sudah nampak jelas kesamaannya dengan liberalisasi pemikiran Islam di dunia Islam saat ini.

Pertama, Muslim liberal menggugat Alquran. Kedua Muslim liberal membela aliran sesat. Ketiga, Muslim liberal mendahulukan akal dan kemanusiaan daripada Tuhan. Keempat, Muslim liberal mendukung faham relativisme. Kelima, Muslim liberal mempromosikan faham skeptisisme. Ketika kami ceramah pemikiran di Surabaya, seorang audien yang kebetulan mualaf tiba-tiba menyalami kami. Ia lalu meyakinkan kami bahwa liberalisasi pemikiran dalam Islam tidak jauh beda dari pengalamannya dalam Katolik.

Ucapan mualaf tersebut tidak perlu banyak bukti. Cukup dari pernyataan seorang mahasiswa liberal yang menyatakan bahwa agar Islam maju, maka tirulah Protestan. Itulah, liberalisme yang nama dan substansinya merupakan hasil adopsi total konsep-konsep Liberal Barat. Jika, dijustifikasi menjadi Islam liberal maka itu berarti Islam yang mem-Barat.

Sumber: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi (Direktur INSISTS)

Cinderatawa dari Palembang



















Spesial Oblong dari Palembang. Sejak awal berdiri emang dibuat untuk menyuarakan kelakar, canda dan tawa dari negeri sungai Palembang. Gak hanya Pempek dan Amperany saja. Desain oblong nyenyes memang diperuntukkan bagi orang Palembang, dan memang cocok untuk cinderatawa dari Palembang.

Desain yang mengangkat seputar kehidupan Palembang, memang menjadi andalan dari oblong nyenyes. Idiom idiom dari brand terkenal sengaja diangkat untuk memberikan kesan kelakar dari oblong nyenyes ini.

Oblong nyenyes berkeinginan dan berharap agar produk kaos oblongnya mampu membangkitkan budaya Palembang agar lebih semangat untuk tersenyum bagi khalayak umum.

Oblong nyenyes, gak Yes kalo gak nyenyes…












http://nyenyes.com/

Belajar Dari Manusia-Manusia Gerobak

Malam itu jam di handphone sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB, sementara aku dan istriku masih on the way home. Butiran gerimis kecil mulai nampak menghiasi kaca depan mobil kami. Sekitar dua ratus meter dari tikungan jalan menuju rumah, iring-iringan itupun tampak.

Dua kelompok Manusia Gerobak. Seorang lelaki berada didepan, menarik gerobak, sementara seorang perempuan -yang nampaknya istrinya- berjalan dibelakang mengikutinya. Di dalam gerobak, tampaklah dua orang anak kecil tertidur lelap berselimutkan botol-botol plastik bekas. Sedangkan kelompok kedua, kelompok yang lain, agak berbeda. Seorang lelaki tetap berada didepan, sementara seorang anak kecil perempuan duduk diujung gerobak sambil bernyanyi-nyanyi kecil, didalam gerobak, seorang perempuan hamil tua nampak berbaring, bersama koran-koran bekas. Pemandangan yang sangat unik. Sangat menyentuh.

Segera setelah melewati mereka mobil kami sengaja menepi. Terdorong oleh naluri dan hobby photography, akupun meraih kamera yang memang hampir selalu menemaniku kemanapun aku pergi dan bergegas mengabadikan pemandangan tersebut. Dengan angle dan penerangan seadanya, gambar keduanya berhasil kudapatkan. Tapi sesuatu dihati ini berbisik, bahwa apa yang kulakukan masih belum cukup. Aku melewati mereka kembali untuk kedua kalinya, kini setelah berada dalam posisi sejajar, istriku menurunkan kaca dan memberikan mereka sesuatu.

(Aku tentunya tidak mau menjadi seorang pemenang Pulitzer, namun kemudian stress dan mati bunuh diri karena objek fotonya yang notabene adalah seorang bocah hitam ceking kelaparan, mati digerogoti Burung Bangkai, hanya karena ia lebih mengutamakan memotret ketimbang menolong bocah malang tersebut !!!)

Terimakasih Eneng cantik !, teriak ibu dirombongan pertama hampir berbarengan dengan suaminya. Terimakasih tante, teriiak anak kecil dirombongan kedua dengan sumringah.
Semoga banyak rejeki ya.., sapa ibunya yang tengah hamil tua, dari dalam gerobak, sambil tertawa riang.

Mendengar dan melihat kecerian mereka membuat aku merasa malu seketika itu juga. Baru saja kami menghadiri sebuah pentas luar biasa gemerlap, yang dihadiri oleh Agnes Monica. Dan kami nyaris BT karena tidak kebagian kursi. Kemudian setelah itu, kami menyempatkan diri untuk makan malam di sebuah Mall yang menyediakan konsep Makan di Bawah Langit Terbuka di roof top mereka, inipun dengan gerutuan karena lamanya pesanan kami muncul didepan hidung ini, akibat pengunjung yang luar biasa ramai.

Betapa mudah, kegembiraan dan keceriaan hidup kita direnggut oleh sesuatu yang sebenarnya remeh dan bukan persoalan hidup mati seperti itu. Kita seperti terbiasa, menggolongkan bahwa hal-hal tambahan itu begitu mutlak perlu dalam hidup kita, seakan tanpa itu semua hidup kita akan berhenti.

Tidak bisa tidur karena harga saham melorot.
Marah karena mobil kita masuk bengkel.
Stress karena gak kebagian ticket premier 2012.
BT karena hari Senin.
Uring-uringan karena dimarahin boss.
Ngedumel karena pesawat delay.
Bunuh diri di Mall karena putus cinta.
Dendam karena ide kita diserobot teman kantor.
Memaki-maki keadaan karena gak jadi luburan ke Hongkong.
Bertengkar dengan rekan bisnis karena sebuah kesalahpahaman biasa.
Membatalkan umroh hanya karena Dude Herlino batal umroh
(kallo yang ini mah..adegan film..Emak Ingin Naik Haji he..he..)

Dan lain sebagainya

Padahal kalau dipikir-pikir, semua itu tidak sampai membuat kita demi anak istri menarik gerobak kesana-kemari. Atau tidak sampai menyeret kita untuk tidur dalam gerobak berselimutkan sampah-sampah yang akan dijual.

Atau bahkan lebih gila dari itu semua : melahirkan dalam gerobak !!

Sepertinya kita perlu mengubah pola pikir kita yang sudah sedemikian teracuni oleh gemerlap kesuksesan, persaingan dan keduniawian.

Menyisihkan waktu untuk sekedar menepi, agar lebih bersyukur dengan rejeki, pekerjaan dan hidup yang Sang Khaliq berikan kepada kita. Sehingga hal-hal tambahan itu dapat didudukkan dalam porsi yang lebih rendah atau bahkan jika terlalu membebani kenikmatan hidup, dapat dibuang saja kedalam gerobak sampah !


--
what a wonderfull world !

ditulis oleh Made Teddy Artiana, S. Kom
(fotografer yang hobby menulis )

Wajibkah MUI Mencabut Fatwa Haramnya Pluralisme?

Pluralisme kembali menjadi perbincangan. Semua media cetak menjadikan pluralisme sebagai berita utama. Pluralisme kembali mencuat terutama setelah Presiden SBY memberikan gelar Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” yang patut menjadi teladan seluruh bangsa.

Kalangan liberal, salah seorang tokoh aktivisnya, Zuhairi Misrawi, menulis bahwa dalam rangka memberikan penghormatan terhadap Gus Dur sebagaimana dilakukan oleh Presiden SBY akan sangat baik jika MUI mencabut kembali fatwa pengharaman terhadap pluralisme.

Pertanyaannya, bagaimana dengan MUI sendiri yang dalam fatwanya No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah
dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme ( sipilis) adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut? Lebih penting lagi, bagaimana sesungguhnya pluralisme menurut pandangan Islam?

Hakikat Pluralisme

Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ (truth claim) yang dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan
kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar.

Hakikat ide pluralisme agama yang saat ini dipropagandakan di Dunia Islam melalui berbagai cara dan media. Dari ide ini kemudian muncul gagasan lain yang menjadi ikutannya seperti dialog lintas agama, doa bersama dan lain sebagainya. Pada ranah politik, ide pluralisme didukung oleh kebijakan Pemerintah yang harus mengacu pada HAM dan asas demokrasi. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga negara untuk beragama, pindah agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru.

Gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah faktor. Dua di antaranya adalah:Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan.

Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antarpemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik. Kedua, faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.

Karena itu, jika ditinjau dari aspek sejarah, faktor pertama bolehlah diakui sebagai alasan awal munculnya gagasan pluralisme agama. Namun selanjutnya, faktor dominan yang memicu maraknya isu pluralisme agama adalah niat Barat untuk makin mengokohkan dominasi Kapitalismenya, khususnya atas Dunia Islam.

Konflik Sebagai Alasan?

Memang benar, dunia saat ini sarat dengan konflik. Namun, tidak benar jika seluruh konflik yang terjadi saat ini dipicu oleh faktor agama. Bahkan banyak konflik terjadi lebih sering berlatar belakang ideologi dan politik. Dalam
skala internasional, konflik Palestina-Israel lebih dari setengah abad, misalnya, jelas bukan konflik antaragama (Islam, Yahudi dan Kristen). Sebab, toh dalam rentang sejarah yang sangat panjang selama berabad-abad ketiga pemeluk agama ini pernah hidup berdampingan secara damai dalam naungan Khilafah Islam.

Konflik Palestina-Israel ini lebih bernuansa politik yang melibatkan penjajah Barat. Sejarah membuktikan, konflik Palestina-Israel bermula ketika bangsa Yahudi (Israel) sengaja “ditanam” oleh penjajah Inggris di jantung Palestina dalam rangka melemahkan umat Islam. Konflik ini kemudian dipelihara oleh Amerika Serikat yang menggantikan peran Inggris, untuk semakin melemahkan kekuatan umat Islam, khususnya di Timur Tengah. Pasalnya, dengan begitu Barat dapat terus-menerus menyibukkan umat Islam dengan konflik tersebut
sehingga umat Islam melupakan bahaya dominasi Barat—khususnya AS dan Inggris—sebagai penjajah mereka.

Dalam sekala lokal, konflik yang pernah terjadi di Maluku atau Poso beberapa tahun lalu, misalnya, juga lebih bernuansa politik, yakni adanya campur tangan asing (yang tidak lain kaum penjajah Barat) untuk melemahkan Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, ketimbang berlatar belakang agama.

Sementara itu, dalam skala yang lebih luas dan global, konflik Barat-Timur (yang sering dianggap mencerminkan konflik Kristen-Islam), khususnya setelah Peristiwa 11 September 2001, juga jelas lebih
berlatarbelakang ideologi dan politik ketimbang agama. Memang, sesaat setelah terjadinya Peristiwa 11 September, Presiden AS George W Bush pernah “keseleo” dengan menyebut secara jelas bahwa WoT (War on Terrorism) sebagai Crussade (Perang Salib) baru.

Lalu setelah itu AS menyerang Afganistan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyerang Irak. Namun, banyak pakar Barat dan AS sendiri yang menjelaskan bahwa serangan militer AS ke Afganistan maupun Irak bahkan lebih bermotifkan ekonomi (yakni demi minyak)—di samping politik (demi dominasi ideologi Kapitalisme), dan bukan bermotifkan agama.

Karena itu, sangat tidak ‘nyambung’ jika untuk menghentikan konflik-konflik tersebut kemudian dipasarkan terus gagasan pluralisme dan ikutannya seperti dialog antaragama dll. Pasalnya, akar konflik-konflik tersebut, sekali lagi, lebih bermotifkan ideologi dan politik—yakni dominasi Kapitalisme yang diusung Barat, khususnya AS, atas Dunia Islam—ketimbang berlatar-belakang agama.

Pluralisme Menurut Islam

Allah SWT berfirman

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]: 13).

Ayat ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali tidak mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga berfirman:

"Mereka menyembahselain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah. Mereka tidak memiliki ilmu dan tidaklah orang-orang zalim itu mempunyai pembela". (QS al-Hajj:67-71).

Ayat ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya dan menyembah kepada Tuhan yang sama?

Dalam ayat yang lain, Allah SWT menegaskan:

"Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam". (QS Ali Imran[3]: 19).

Allah SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran [3]: 85); menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani, ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah [9]: 30, 31); serta memandang mereka sebagai orang-orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72).

Karena itu, yang perlu dilakukan umat Islam sesungguhnya bukan menyerukan pluralisme agama apalagi dialog antaragama untuk mencari titik temu dan kesamaan. Masalahnya, mana mungkin Islam yang mengajarkan tauhid (QS 5: 73-77; QS 19: 88-92; QS 112: 1-4) disamakan dengan Kristen yang mengakui Yesus
sebagai anak Tuhan ataupun disamakan dengan agama Yahudi yang mengklaim Uzair juga sebagai anak Tuhan?! Apalagi Islam disamaratakan dengan agama-agama lain? Benar, bahwa eksistensi agama-agama tersebut diakui, tetapi tidak berarti dianggap benar. Artinya, mereka dibiarkan hidup dan pemeluknya bebas beribadah, makan, berpakaian, dan menikah dengan tatacara agama mereka. Tetapi, tidak berarti
diakui benar.

Karena itu, yang wajib dilakukan umat Islam tidak lain adalah terus-menerus menyeru para pemeluk agama lain untuk memeluk Islam dan hidup di bawah naungan Islam. Meski dengan catatan tetap tidak boleh ada pemaksaan.

Bahaya di Balik Gagasan Pluralisme

Bahaya pertama,adalah penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat
berupaya mempreteli identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara syar’i bermakna perang melawan
orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah dikebiri sebatas upaya bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh Muslimah dalam kehidupan umum dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekular dari campur tangan agama.” Lebih jauh, penegakan syariah Islam dalam negara pun pada akhirnya terus
dicegah karena dianggap bisa mengancam pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Bahaya lain, pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang diramu dari berbagai agama
yang ada. Munculnya sejumlah aliran sesat di Tanah Air seperti Ahmadiyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad, Jamaah Salamullah pimpinan Lia Eden, al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Mosadeq, dll adalah beberapa contohnya. Lalu dengan alasan pluralisme pula, pendukung pluralisme agama menolak
pelarangan terhadap berbagai aliran tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam.

Karena itu, wajar jika KH Kholil Ahmad, Pengasuh Pondok Pesantren Gunung Jati Pamekasan Jawa Timur, menilai pluralisme agama yang diusung Gus Dur berbahaya bagi umat Islam.

Bahaya lainnya, pluralisme agama tidak bisa dilepaskan dari agenda penjajahan Barat melalui isu globalisasi. Globalisasi merupakan upaya penjajah Barat untuk mengglobalkan nilai-nilai Kapitalismenya, termasuk di dalamnya gagasan “agama baru” yang bernama pluralisme agama.

http://www.eramuslim.com/
Sabtu, 09/01/2010 05:58 WIB