Berpelukan Mesra Dengan Kesedihan...

Tidak ada kehidupan yang tidak diwarnai oleh kesedihan. Diundang maupun tidak, ia akan senantiasa datang. Dalam banyak kejadian ( baik melalui bencana, ditinggal oleh orang terkasih, kegagalan dsb) bahkan terbukti , semakin ia dibenci dan ditakuti, semakin ia senang dan rajin berkunjung ke diri kita. Maka, sengsaralah hidup mereka yang membenci kesedihan.

Kahlil Gibran pernah menulis cantik tentang hakikat kesenangan dan kesedihan.Menurut penulis sufi ini, kesenangan adalah kesedihan yang terbuka kedoknya.Dan, tawa serta air mata datang dari sumber air yang sama. Lebih dari itu,semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa, maka semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan. Bahkan Kahlil Gibran sampai dalam pemahaman yang lebih dalam. Tanpa kesedihan, jiwa yang manapun tidak akan memiliki daya tampung yang
besar terhadap kebahagiaan. Jadi kesedihan dan kebahagiaan adalah dua saudara kembar yang melakukan kegiatannya secara bergantian.

Keserakahan, atau sebaliknya kekhusukan doa manusia manapun, tidak akan bisa membuat dua saudara kembar ini berpisah. Ia seperti dua sayap dari seekor burung. Dibuangnya salah satu sayap, adalah awal dari celakanya ''burung'' kehidupan.

Dalam pengandaian yang lain. Coba perhatikan lambang-lambang tawa dan bahagia. Piala kemenangan sebagai contoh. Bukankah ia melalui proses pembakaran dan pembentukan yang amat menyakitkan ?.
Seruling penghibur telinga sebagai contoh lain. Bukankah ia dibuat dari bamboo yang rela dirinya dipotong-potong ? Anak yang berhasil menjadi kebanggaan orang tua. Bukankah ia telah mengkonsumsi energi kekhawatiran dan kesabaran yang demikian lama dan melelahkan ? Dari semua contoh ini, tawa ternyata semuanya dibangun di atas pundi-pundi air mata ( kesedihan ).

Manusia memang sedang diikat kakinya di tengah-tengah sebuah timbangan. Di sebelah kanan ada kebahagiaan, dan di sebelah kiri ada kesedihan. Semakin keras kaki sebelah kanan disentakkan, semakin besar tarikan timbangan di sebelah kiri. Ini yang terjadi dalam kehidupan banyak orang yang ''serakah'' dengan kebahagiaan. Semua orang - termasuk saya kalau mau jujur - memang ingin berat di sebelah kanan. Sayangnya, ia bertentangan dengan hakekat dasar kesenangan dan kesedihan.

Dalam bahasa Kahlil Gibran, ketika kita bercengkerama dengan kebahagiaan di ruang tamu,kesedihan sedang menunggu di pembaringan. Persoalannya kemudian, punyakah kita cukup keberanian dan kesabaran untuk berpelukan mesra dengan kesedihan ? Nah,inilah sebuah kualitas pribadi yang dimiliki oleh teramat sedikit orang. Untuk menerima kebahagiaan, kita tidak memerlukan terlalu banyak kedewasaan.

Akan tetapi, untuk berpelukan mesra dengan kesedihan, diperlukan kearifan dan kedewasaan yang mengagumkan. Untuk saat ini memang sangat sulit menemukan orang yang sudah sampai pada kualitas kearifan dan kedewasaan terakhir. Namun dari pengalaman beberapa kiai, pastur, pendeta budha sampai guru meditasi telah dapat disimpulan bahwa yang membawa mereka pada kualitas yang mengagumkan ini justru kesedihan.

Dari pengalaman mereka , marilah kita belajar dan saling berdoa agar kesedihan yg ada pada kita menjadi tangga kedewasaan, kearifan dan kedamaian yang amat mengagumkan. Sama mengagumkannya dengan akar pohon. Ia diinjak, tertanam didalam tanah, tidak kelihatan, mencari makan buat pihak lain, namun nasib buah, bunga, daun dan batang bergantung pada ketekunan sang akar. Bukankah kesedihan juga demikian ?

Ada memang orang yang menyebut bahwa kesenangan lebih berharga dari kebahagiaan. Ada juga yang mengatakan bahwa kesedihan lebih mulya dari kebahagiaan. Dan Kahlil Gibran menyimpulkan bahwa keduanya tidak terpisahkan. Semua kesimpulan ini sah-sah saja. Namun yang jelas Tuhan akan meninggikan derajat seseorang melalui cobaan (kesedihan) terlebih dahulu. Bukankah seseorang yg ingin naik kelas, lulus atau naik jabatan melalui test terlebih dahulu ?

Mumpung masih ada waktu dan kesempatan , mari kita coba berbenah kearah yg lebih baik. Semoga kita tidak terlampau larut, membenci dan takut dengan kesedihan dan semoga kita pun dapat "Berpelukan Mesra Dengan Kesedihan."

Sumber : Gede Prama

No comments: