MEMBANGUN KEBIASAAN MEMBACA PADA ANAK

Kegiatan membaca buku merupakan kegiatan kognitif yang mencakup proses penyerapan pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dengan terbiasa melakukan kegiatan itu, cakrawala pengetahuan, imajinasi, dan kreativitas anak dibuka selebar-lebarnya. Tidak berlebihan jika buku disebut sebagai jendela dunia sekaligus investasi masa depan.
Lantaran itu, anak perlu dikenalkan pada kebiasaan membaca sejak dini. Bukan hanya sekadar membaca, tapi lebih penting lagi adalah memahami apa yang dibaca. Anak boleh membaca buku apa saja selama isinya membawa nilai-nilai kebaikan. Anda akan melihat, si kecil tumbuh dengan semangat belajar yang tak pernah padam. Inilah yang dimaksud sebagai investasi: sifat pembelajar adalah salah satu kunci sukses di masa depan.
Hilman

MEMBACA, SALAH SATU FUNGSI LUHUR OTAK

Setiap anak memiliki "komputer baca" di otaknya. Kemampuan baca terkait erat dengan kerja sama fungsi otak dan pusat bahasa.

Proses membaca sebetulnya merupakan kerja otak yang menjalin kerja sama secara serentak antarpusat-pusat: pusat bicara, pengertian bahasa, pusat baca, dan pusat pengertian menulis.

Organ otak yang memiliki kepadatan seperti 'tahu' terdiri atas dua belahan (hemisfer) yaitu kiri dan kanan. Kedua bagian tersebut memiliki jembatan penghubung yang disebut batang otak. Ibaratnya sebatang pohon, otak besar merupakan mahkotanya dan pada bagian batangnya, di bagian bawah otak besar, melekat otak kecil. Otak besar, batang otak, dan otak kecil seluruhnya merupakan satu kesatuan fungsional.
Belahan otak kanan-kiri dibagi lagi atas baga dahi, baga pelipis, baga belakang kepala dan baga ubun-ubun. Kedua belahan otak memiliki fungsi dasar/primer yang sama, yakni sebagai pusat gerakan dan beberapa fungsi lainnya. Bagian otak kiri mengatur anggota tubuh bagian kanan dan sebaliknya bagian otak kanan mengatur anggota tubuh kiri. Ada pula fungsi perasa untuk merasakan rasa pedih, sakit, panas, dingin, dan sebagainya. Fungsi penglihatan terletak di bagian belakang kepala, dan fungsi pendengaran berada di bagian pelipis kiri. Fungsi-fungsi tersebut saling berhubungan antara otak kanan dan kiri.
Dinamakan fungsi luhur karena pusatnya terletak di lapisan luar otak atau korteks. Fungsi ini umumnya hanya terdapat pada satu sisi saja, yaitu di bagian sisi sebelah kiri. Nah, kemampuan membaca termasuk dalam fungsi luhur otak. Hal itu diketahui dari penemuan beberapa ahli tentang adanya pusat-pusat yang berkaitan dengan kemampuan membaca pada fungsi tersebut:
* Pusat bicara
Tahun 1861, seorang dokter Perancis, Broca, menemukan ada pusat bicara di bagian baga depan/dahi di belahan otak sebelah kiri. Jadi, ada pusat bahasa untuk aktif berbicara ekspresif. Ia menemukan pusat bicara ini setelah melakukan otopsi bagian otak pada pasiennya.
* Pusat pengertian bahasa
Wernicke, seorang ahli saraf Jerman menemukan pusat pengertian bahasa di daerah pendengaran kiri atau pelipis kiri, di belakang pusat pendengaran. Wernicke menemukan dari hasil otopsi pada pasiennya yang bisa bicara tapi tidak mengerti apa yang didengar dari bahasa orang lain, yang digunakan sehari-hari, padahal pasiennya ini bukanlah seorang yang tuli. Pasiennya ini mengalami yang dinamakan afasia sensoris (gangguan berbicara).
* Pusat baca
Decerine, seorang dokter Perancis menemukan adanya pusat baca di baga ubun-ubun sebelah belakang yang berbatasan dengan baga belakang kepala atau pusat penglihatan. Di daerah pusat baca ini tepatnya dekat ubun-ubun sebelah kiri terdapat pusat pengertian menulis. Temuannya ini didapat dari hasil otopsi pada pasiennya yang mengalami stroke, dimana yang bersangkutan tak bisa membaca (aleksia), menulisnya kacau, namun masih memiliki pengertian bahasa. Ternyata ia menemukan adanya kerusakan di daerah pusat baca tersebut.
Dari penemuan-penemuan tersebut dapat disimpulkan, proses membaca sebetulnya merupakan kerja otak yang menjalin kerja sama secara serentak antarpusat-pusat: pusat bicara, pengertian bahasa, pusat baca dan pusat pengertian menulis.

DAHULUKAN STIMULASI OTAK KANAN

Sebelum usia anak mencapai 6 tahun, yang berkembang lebih dulu adalah otak kanan atau emosinya. Otak kiri yang memuat kemampuan berbahasa, berhitung, dan kemampuan kognisi inteligensi lainnya juga berkembang. Bahkan, kemampuan kognisi sudah mulai berkembang sejak lahir, misalnya bayi belajar mengenai pengertian bahasa. Namun, di usia dini, akan lebih efektif jika stimulasi dilakukan dengan mengutamakan pengembangan inteligensi emosionalnya karena fungsi ini sudah siap lebih dulu. Salah satunya dengan cara bermain.
Lewat usia 6 tahun, otak sudah siap menerima program apa pun yang diberikan orangtua, seperti membaca, berbahasa asing, dan berhitung. Perkembangan fungsi otak ini akan terus berlangsung dan akhirnya mendekati volume otak orang dewasa saat anak berusia 11-12 tahun.
Asal tahu saja, otak manusia terdiri atas 100 milyar atau 10 pangkat 10 sel saraf otak (bisa dianalogikan dengan mega komputer yang terdiri atas 10 pangkat 10 chips) yang saling berhubungan satu dengan lain. Bisa dibayangkan betapa rumit dan kompleksnya struktur organ otak. Jika dalam perkembangannya otak mengalami gangguan, misalnya terjadi korsleting atau antarsel saraf tidak menyambung dengan baik, maka gangguan-gangguan ini tentu saja akan mengacaukan fungsi otak.
D Kurniasih. Foto: Iman/nakita

Narasumber: dr. Soemarmo Markam, Sp.S Pengajar Bagian Saraf FKUI-RSCM

MENGAPA ADA ANAK TAK BISA MEMBACA?

Kemampuan membaca sangat ditentukan oleh fungsi otak yang baik. Termasuk fungsi penglihatan, fungsi gerak motor bicara seperti lidah, pita suara, maupun fungsi pusat-pusat bahasa, seperti bisa berbicara dan mengerti pembicaraan dengan baik. Jika anak usia sekolah dasar mengalami kesulitan belajar membaca, segera periksakan fungsi-fungsi yang terkait tadi. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan kesulitan membaca pada anak:
* Gangguan atau kerusakan di pusat baca
Pusat baca yang terletak di baga ubun-ubun sebelah kiri bagian belakang mengalami gangguan atau kerusakan. Bisa disebabkan trauma karena anak jatuh dan mengenai daerah tersebut.
* Penyakit otak
Penyakit seperti radang otak atau radang selaput otak dapat memengaruhi pusat bahasa anak.
* Pembentukan otak kurang baik
Mungkin saja tidak ditemukan adanya penyakit atau penyebab yang dapat menerangkan mengapa sampai terjadi gangguan baca. Bila demikian, kemungkinannya bisa jadi karena anak mengalami pembentukan otak yang kurang baik sejak dalam kandungan.

MENGAPA GEMAR MEMBACA PENTING?

Sebelum menanamkan kegemaranmembaca pada anak, pastikan dulu Andayakin akan manfaatnya.

Cara bertindak seseorang sangat dipengaruhi kebiasaan yang terekam dalam memori otaknya semasa kecil. Jika yang terekam ini adalah kebiasaan membaca, alhasil Anda tak perlu lagi memaksa anak belajar. Kesadaran untuk itu sudah tumbuh dalam dirinya melalui kegemaran membaca.
Kegemaran membaca memberi manfaat yang tak terkira. Anda tentu mengalaminya sendiri, bahwa sebagian besar proses belajar di sekolah harus dilakukan dengan membaca. Bacaan yang inspiratif juga membantu anak menemukan jati diri. Penemuan jati diri ini sangat berperan baginya untuk menemukan tujuan hidup saat melalui fase storm and stress di masa remaja dengan selamat. Mengapa demikian? Inilah awalnya:
- Bacaan adalah "jantung" yang memompakan semangat pemenuhan rasa ingin tahu. Bacaan, terutama buku, adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala
seseorang. Pantaslah kalau buku dinilai sebagai investasi masa depan. Mereka yang banyak membaca akan banyak tahu. Sementara mereka yang sedikit membaca tetapi ingin dianggap tahu, lebih pantas disebut sok tahu.
- Hampir seluruh proses belajar manusia didasarkan pada kemampuan membaca karena transfer teknologi dan informasi umumnya dilakukan lewat buku-buku.
- Bacaan merupakan jendela dunia yang memperluas cakrawala pengetahuan tentang berbagai hal yang terjadi di berbagai belahan dunia. Anak bisa menjadi pengelana dunia tanpa perlu berkeliling dunia secara fisik.
- Dengan banyak membaca, anak lebih mudah mengungkapkan perasaan, pemikiran, dan ide-idenya lewat tulisan karena membaca membuka kesempatan luas untuk berimajinasi. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna.
- Kesuksesan pendidikan anak sangat bergantung pada kemampuan membaca. Minat baca yang rendah memengaruhi kemampuan anak didik dan secara tidak langsung berakibat pada rendahnya kualitas mereka. Sejarah belum mencatat ada orang pintar dan hebat yang tak banyak membaca.
Yang perlu diingat, minat dan kemampuan membaca tidak akan tumbuh secara otomatis, melainkan harus melalui latihan terus-menerus atau pembiasaan.

Santi Hartono. Foto: Ferdi/nakita. Lokasi: SD Lazuardi GIS Cinere, Depok
Narasumber:
H. Sabaruddin,
Ketua Komite Minat Baca Seluruh Indonesia

MINAT MEMBACA DI INDONESIA RENDAH

Ada beberapa hal yang menyebabkan minat baca di kalangan anak Indonesia tergolong rendah, bahkan terendah di kawasan Asia Tenggara:
* Orangtua kurang suka membaca dan enggan membelikan anaknya buku. Tingkat ekonomi yang rendah sering menjadi alasan lemahnya daya beli buku masyarakat. Karenanya, anak-anak tidak akrab dan merasa asing dengan buku serta memiliki minat membaca yang rendah. Mereka menjadi tak sayang buku karena tidak kenal.
* Tradisi lisan merupakan bagian dari masyarakat Indonesia. Tidak ada yang salah dengan hal ini. Hanya saja masyarakat kita yang awalnya bertradisi lisan secara drastis bergerak menuju budaya elektronik seperti teve dan radio, sebelum memasuki budaya tulis secara ajek. Kita langsung melompat dari tradisi mendongeng ke tradisi menonton sebelum terbiasa dengan tradisi membaca. Tak heran jika masyarakat, termasuk anak-anak merasa asing dengan buku.
* Kurangnya komitmen sekolah untuk memberikan tugas-tugas yang membiasakan anak untuk membaca, semisal mata pelajaran bedah buku, mengarang dan lain sebagainya.
* Kurang berkembangnya perpustakaan-perpustakaan di lingkungan warga atau perpustakaan keliling yang memungkinkan anak selalu mempunyai akses dan fasilitas untuk membaca.

CONTOHLAH JEPANG

Untuk menanamkan kebiasaan membaca sejak dini, di Jepang diberlakukan gerakan 20 Minutes Reading of Mother and Child. Gerakan ini menganjurkan seorang ibu untuk membacakan anaknya sebuah buku yang dipinjam dari perpustakaan umum atau sekolah selama 20 menit sebelum anaknya pergi tidur. (Buletin Pusat Perbukuan, Depdiknas No. 1 Tahun 2000). Sejak 1955, di negara yang penduduknya sangat gemar membaca ini juga telah dibentuk Parent Teacher Association (PTA) Mother Library atau perpustakaan yang dikelola oleh perkumpulan orangtua murid dan guru. Mereka mengembangkan sistem distribusi buku ke daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh perpustakaan keliling.
Di Indonesia, pemerintah bersama LSM peduli kegemaran membaca telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Minat Baca (BPMB) sejak 1986. Gerakan ini merupakan usaha penyadaran bagi orangtua tentang pentingnya membaca mulai tingkat RT, RW, dusun, desa, hingga tingkat nasional.
Sayangnya, meski upaya meningkatkan minat baca dan pemenuhan bahan bacaan sudah menjadi agenda utama dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, Indonesia masih saja tertinggal dalam hal kegemaran membaca dan pemenuhan bahan bacaan. Padahal kita bercita-cita menduduki ranking yang dihormati di antara negara-negara di Asia dalam hal pendidikan. Salah satu cirinya kan adanya masyarakat yang terpelajar (educated society) yang selalu berlandaskan pada kecintaan mereka terhadap buku, dan membaca telah menjadi kebutuhan penting disamping kebutuhan pokok sehari-hari.
Agar minat baca muncul dan terus berkembang, dianjurkan agar kita selalu menciptakan suasana yang membuat anak jadi gemar membaca. Tak cukup hanya dengan membelikan buku bacaan bagi anak, sebab orangtua juga harus rajin membeli buku bacaannya sendiri dan membaca. Sekolah dan lingkungan rumah sudah saatnya menyediakan sarana yang membuat anak mudah memperoleh bacaan, berupa perpustakaan-perpustakaan ramah anak yang selalu memperbaharui koleksinya.

SEBELUM SIAP MEMBACA ADA KESIAPAN PRABACA

Pada anak usia dini yang dipentingkan bukanlah mengajarinya bisa membaca, tapi menumbuhkan minat bacanya.

Ada sederet manfaat yang akan diperoleh jika minat baca dan konsentrasi dilatih di usia dini, antara lain:
* Anak sudah memiliki kesiapan untuk membaca di usia TK atau SD.
* Anak mulai tertarik dengan buku-buku cerita dan melihat gambar sehingga timbul rasa ingin tahunya untuk membaca.
* Saat usia sekolah dasar anak akan bisa membaca.
Untuk dapat mencintai kegiatan membaca, maka anak perlu memahami apa yang dibacanya. Jadi, membaca bukan sekadar bisa melafalkan tulisan.
Untuk mencapai kemampuan kognitif ini, anak harus melalui fase matang (readiness). Antara lain kematangan sensori motor yang berkaitan dengan gerak bibir, pita suara, lidah, dan langit-langit, serta kematangan visual dan pendengaran. Semua itu diperlukan sebagai bekal untuk mencapai keterampilan kompleks yang akan menunjang kemampuannya membaca.
Dedeh Kurniasih. Foto: Agus/nakita
Konsultan Ahli: Dra. Ike Anggraika, M.Si Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

KETERAMPILAN YANG DIPERLUKAN AGAR ANAK DAPAT MEMBACA

* Keterampilan mengenali bunyi. Anak bisa mendeferensiasi bunyi kata, semisal antara "dadah", "mama", "papa", dan sebagainya. Keterampilan ini biasanya mulai muncul di usia bayi.
* Keterampilan mengenali benda. Orangtua bisa menstimulasi dengan mengenalkan benda-benda yang ada di sekitar anak. Keterampilan ini pun umumnya dimulai di usia bayi.
* Keterampilan mengenal bentuk. Ada bentuk bulat, bundar, kotak, lurus, bengkok, setengah lingkaran, segitiga, sabit, bintang, hati, oval, dan sebagainya. Biasanya di usia batita anak sudah bisa dikenalkan pada konsep bentuk yang nantinya diperlukan dalam pengenalan huruf.
* Keterampilan mengenal simbol/lambang. Setelah anak tahu konsep bentuk, kenalkan padanya berbagai sign atau simbol-simbol, misalnya garis lengkung berpotongan yang menyerupai ikan, lingkaran yang dikelilingi garis tegak lurus sebagai matahari, logo kemasan susu, tokoh dongeng favorit, dan sebagainya.
* Keterampilan mengasosiasi bentuk huruf/tulisan dan bunyi.
* Keterampilan mengenali huruf dan suku kata untuk menggabungkannya menjadi kata. Nah, di tahap inilah anak siap membaca.
MEMBENTUK KESIAPAN PRABACA
Sebelum memasuki masa siap membaca (reading readiness) di usia 6 tahun, pada anak sebaiknya ditanamkan kesiapan prabaca (pre-reading). Apa saja cakupannya dan bagaimana caranya?
* Masalah minat baca
Di usia dini, hal yang paling penting bukanlah mengajari anak membaca, melainkan menumbuhkan minat bacanya. Caranya:

- Jadilah model bagi anak
Tunjukkan, Anda juga senang membaca untuk diri sendiri disamping gemar bercerita, mendongeng, dan mengenalkan wawasan pada anak. Dengan begitu akan terangsang rasa ingin tahunya.
Letakkan buku di tempat yang mudah dijangkau anak. Tunjukkan padanya suatu bacaan. Meski belum bisa membaca, dia tahu membaca itu mengasyikkan dan ada sesuatu yang bisa didapatnya (reward) dari buku.
- Jalinlah kehangatan melalui buku
Orangtua bisa mendongeng sambil anak duduk di pangkuan atau duduk berdekatan. Atur intonasi agar isi buku terdengar menarik dan rasa ingin tahu anak semakin besar. Perlihatkan gambar-gambar yang ada di buku pada anak (supaya cerita tetap mengalir, bacalah selalu bukunya lebih dulu). Dengan kehangatan pada saat mendongeng atau membacakan buku, jalinan emosi orangtua-anak akan semakin kuat.

* Konsentrasi
Konsentrasi harus dilatih sejak usia dini agar kelak anak memiliki kematangan berkonsentrasi. Di usia bayi, contohnya, sering-seringlah menatap matanya saat mengajak bayi bicara, tersenyum, atau tertawa.
Di usia batita, hal ini bisa dilatih dengan menceritakan gambar secara detail. Tunjukkan gambar bunga, umpamanya, lalu ceritakan secara detail mengenai gambar tersebut, selain nama juga warnanya, bagian-bagiannya, dan keistimewaannya. Contoh lain adalah gambar gajah. Jika sebelumnya anak sudah mengenal hewan ini, mintalah ia menceritakan detail tentang gajah yang diketahuinya. Dengan begitu anak belajar mengasah kemampuannya berkonsentrasi. Kalau berkonsentrasi sudah dibiasakan sejak dini, di saat usia 5 tahun anak dapat duduk tenang menyimak guru bercerita atau melihat-lihat dan "membaca" buku.

TAHAP BELAJAR MEMBACA EFEKTIF

* MASA JANIN
Memang belum ada riset yang membuktikan, kebiasaan membacakan buku pada janin membuatnya bisa membaca di usia lebih dini. Yang sudah terbukti adalah kebiasaan mendongeng, membacakan buku, atau mengajak bicara janin mampu menimbulkan rasa tenang. Dari situ, terjalin kehangatan dan kelekatan emosi antara ibu dan anak.
Suara ibu dan kosakata yang diperdengarkan pun merupakan stimulus bagi indra pendengaran janin. Alhasil, setelah lahir si bayi terbiasa menerima rangsangan dari bacaan. Namun, bukan jaminan bahwa setelah lahir, otomatis anak akan memiliki minat baca yang tinggi. Masih banyak faktor lain yang memengaruhinya, baik itu kebiasaan orangtua ataupun fasilitas berupa buku-buku.
* MASA BAYI
Porsi terbesar aktivitas bayi baru lahir sampai usia 4 minggu adalah tidur. Saat yang tepat untuk menstimulasi bayi dengan bacaan adalah selagi dia terjaga dan tenang. Namun, bayi juga perlu banyak melatih aspek motorik dan aspek sensorinya. Caranya tentu dengan bermain. Nah, belajar mencintai buku dapat dilakukan sambil bermain (bersama stimulasi emosi, motorik, dan sensori) dengan selalu menyediakan buku bergambar (ada yang diperuntukkan bagi bayi) di lokasi bermainnya. Dengan begitu, si kecil menjadi akrab dengan benda bernama buku.
* MASA USIA 1 TAHUN
Di awal tahapan usia batita, anak mulai memasuki masa pramembaca (pre-reading). Bacakan cerita paling tidak sekali sehari (tetapi biasanya anak menuntut lebih) dan belikan buku-buku, terutama yang terbuat dari kertas papan agar tidak mudah sobek dan dapat dibersihkan. Kenalkan juga bentuk huruf, angka, dan bentuk-bentuk geometris dasar untuk merangsang rasa ingin tahunya.
* MASA USIA 2-3 TAHUN
Di akhir tahapan usia batita, umumnya anak belum bisa membaca sendiri. Orangtua masih perlu membacakan buku cerita, mendongeng bebas, atau mengajaknya berbincang-bincang. Namun, di usia ini anak mulai bisa mengasosiasikan sesuatu dengan "membaca" bentuknya. Contoh, mengasosiasikan gambar bebek dengan tulisan "bebek" di lembar yang sama. Ia pun dengan cepat mengenali nama restoran cepat saji hanya dengan melihat lambangnya. Jadi, di sini anak sudah bisa membaca gambar/lambang/simbol. Jika ia sudah bisa membaca gambar atau bercerita lewat gambar, ini berarti anak memasuki tahapan untuk dapat membaca. Sebaiknya cari buku-buku yang memuat simbol atau gambar dengan keterangan nama di bawahnya untuk merangsang anak membaca gambar dan tulisan.
Namun begitu, segera hentikan bermain dengan gambar dan tulisan sebelum anak menjadi bosan. Apalagi kalau memang ia tidak menunjukkan ketertarikan, ya tak usah dipaksakan. Carilah kesempatan bermain di lain waktu; main tebak-tebakan gambar dan kata, mencari tulisan tertentu, dan sejenisnya.
Sebaiknya, orangtua tidak membiasakan anak menonton televisi karena biasanya jika lebih dulu suka menonton, anak jadi kurang suka membaca. Aturlah jenis maupun porsi menonton televisi secara bijak. Lebih penting lagi, beri contoh bagaimana orangtua mengutamakan membaca daripada menonton televisi atau main video game dan computer game.
* MASA USIA 4-5 TAHUN
Anak sudah dapat dikenalkan pada alfabet. Gabunglah beberapa huruf membentuk kata dasar sederhana (untuk tulisan bahasa Indonesia bisa dimulai dengan pengenalan suku kata) dan bacakan di hadapan anak. Lakukan sebentar-sebentar tapi cukup sering (yang penting anak tidak bosan). Hindari dulu kata dengan gabungan huruf mati seperti "ng" atau "ny".
Pilih kata-kata yang bermakna, seperti nama si anak, nama ayah, ibu, dan saudara kandung, atau nama hewan yang disukai agar anak tertarik membaca tulisan di hadapannya. Hindari dulu kata yang bermakna abstrak, seperti "cinta", "mimpi", "kekal" dan sebagainya.
* MASA USIA 5 TAHUN KE ATAS
Pelajaran membaca ditingkatkan dengan memintanya mengulang isi buku cerita pendek dengan kata-katanya sendiri. Caranya, setelah membacakan cerita biasakan untuk memintanya menceritakan isinya kembali. Kita bisa tahu apakah anak sudah dapat memahami isi cerita. Lanjutkan dengan diskusi mengenai berbagai hal dalam cerita tersebut, seperti pesan moralnya, karakter tokohnya, dan suasana setingnya.

BAGAIMANA KALAU BARU BISA MEMBACA DI SD?
Menurut suatu penelitian di Finlandia, anak yang belajar membaca saat mendapat pendidikan formal di usia 7 tahun memiliki reading achievement (prestasi membaca) lebih bagus dibanding anak lain yang belajar membaca di usia 6 tahun atau sebelumnya. Hal ini diketahui ketika dilakukan tes pada anak-anak tersebut di usia 9 atau 10 tahun.
Kesimpulannya, tak ada hubungan bahwa anak yang belajar membaca di usia lebih dini akan lebih maju kemampuan membacanya. Jikapun ada yang seperti itu boleh jadi sifatnya kasuistik sehingga tak bisa dipukul rata dan diterapkan sama pada semua anak.

9 KUNCI MENUMBUHKAN MINAT BACA PADA ANAK
1. JADILAH PEMBACA TELADAN
Jangan harap anak akan menyukai buku jika orangtua sendiri tidak pernah menyentuhnya. Maka, jadilah pembaca buku yang baik. Tidak hanya koran atau majalah yang dibaca, tapi juga buku penunjang lainnya seperti biografi, iptek, hobi, olahraga, sejarah, filsafat, sastra. Cobalah untuk memancing anak seusai membaca dengan mengatakan, "Papa sudah membaca buku ini. Isinya asyik dan memperluas wawasan. Kamu juga sebaiknya membacanya." Jika anak melihat orangtuanya rajin membaca, maka secara otomatis ia akan mengikutinya tanpa perlu dipaksa.
2. BERIKAN PUJIAN
Berikan pujian jika anak mulai tertarik membaca. "Duh senangnya anak Mama rajin membaca!" Dengan pujian, anak akan cenderung menganggap perbuatan itu positif dan harus diulang. Namun, pujian seperti itu tidak terlalu efektif bagi si kutu buku. Untuk anak-anak seperti ini, orangtua bisa memberikan reward dengan membelikan buku-buku baru.
3. JADIKAN BUKU SEBAGAI ALAT BANTU
Anak mendambakan orangtua yang cerdas dan kritis, bukan orangtua yang sok tahu atau bahkan tidak tahu apa-apa. Oleh karenanya, jangan segan menjadikan buku sebagai referensi kala menghadapi pertanyaan anak yang Anda tidak tahu pasti jawabannya. Ajak anak menelusuri isi buku untuk mencari informasi yang ingin diketahuinya. Juga setiap kali anak mendapat tugas sekolah, biasakan untuk selalu mencari referensinya di buku-buku pengetahuan, bukan hanya buku-buku paket sekolah dan catatan belaka. Berikan panduan buku apa saja yang bisa membantu anak mengerjakan tugasnya. Jika buku tersebut belum dimiliki, cobalah untuk meminjamnya di perpustakaan sekolah atau perpustakaan umum. Dengan pembiasaan ini, minat anak terhadap buku akan berkembang menjadi kebutuhan terhadap buku.
4. DISKUSIKAN SELALU ISI BUKU
Mendongeng atau memberikan buku saja tidak cukup. Orangtua harus aktif mengajak anak berdiskusi tentang buku yang dibaca atau dibacakan agar ketertarikannya semakin besar. Pancinglah apa saja yang anak ketahui dan pahami tentang buku yang dibacanya lalu perbincangkan dengan seru. Tanyakan juga apa yang belum dimengertinya. Selanjutnya biarkan anak bercerita tentang buku yang baru dibacanya. Ini akan merangsang kemampuan imajinasi anak.
5. BUATLAH PERPUSTAKAAN KELUARGA
Konsepnya tak harus kelewat muluk. Cukup dengan memanfaatkan ruang yang ada. Bisa kamar anak, ruang keluarga, atau ruang lain yang cukup nyaman. Susunlah rak untuk menyimpan buku di situ. Urutkanlah rak itu berdasarkan buku-buku tertentu, seperti fabel (cerita bertokoh hewan) di rak pertama, komik di rak kedua, buku pengetahuan ilmiah di rak ketiga, novel di rak keempat, dan seterusnya. Pemilahan seperti ini akan memudahkan anak saat membutuhkan buku. Secara berkala, lengkapi koleksi perpustakaan keluarga dengan koleksi terbaru. Jika anak sudah memasuki usia sekolah, mintalah dia untuk ikut merawat dan merapikan perpustakaan keluarga.
6. JADIKAN BUKU SEBAGAI HADIAH ISTIMEWA
Di hari istimewa anak, hadiah buku-buku menarik dijamin sama berkesannya dengan hadiah mainan. Tentu saja setelah itu orangtua sebaiknya menemani anak membaca dan mendiskusikannya.
7. JANGAN MENARUH TEVE DI KAMAR
Kehadiran teve di kamar, apalagi kalau dilengkapi VCD/DVD player dan games, gampang sekali mengalihkan perhatian anak dari buku. Demi kebaikan anak, singkirkan benda-benda tadi dari kamarnya, kecuali anak terbukti mampu menjalani rutinitasnya dengan tertib. Ia tahu kapan harus belajar, pergi dan bangun tidur, membaca buku, dan boleh menonton teve.
8. AJARKAN MENABUNG UNTUK BELI BUKU
Saat ini, harga buku relatif mahal. Itulah sebabnya, orangtua bisa mengajari anak menabung untuk dibelikan buku. Manfaatnya, belajar mengelola keuangan dan menambah kecintaan pada buku.
9. AJAK KE PENJUALAN BUKU & PERPUSTAKAAN
Sebagai pengisi acara jalan-jalan di akhir minggu, ajaklah anak ke tempat penjualan buku dan perpustakaan yang berkoleksi lengkap, mutakhir, serta bersuasana menyenangkan. Tak perlu mentereng, yang penting tempat tersebut ramah anak. Penjual dan petugas di sana membolehkan anak membuka-buka dan membaca koleksi buku yang ada.
Saeful Imam. Foto: Agus/nakita

Konsultan Ahli:
Sri Razwanti Suciyati, Psi.
dari Essa Consulting Group

KIAT MEMILIH BUKU UNTUK ANAK

Pilihlah buku yang mampu memenuhi kebutuhan anak. Bila perlu yang dapat dimanfaatkan sepanjang masa.
Idealnya anak mulai diperkenalkan pada buku saat ia sudah dapat duduk dipangku atau duduk sendiri. Kira-kira sekitar usia 6 bulan. DR. Murti Bunanta SS., MA dari Kelompok pencinta Bacaan Anak (KPBA) mengatakan, di usia ini anak mulai dapat dengan nyaman melihat aneka gambar yang ada di buku. Ia pun dapat meraba dan memegang buku yang dibacakan untuknya. Melalui kebiasaan ini diharapkan akan terbangun anggapan bahwa buku adalah sesuatu yang menarik.
Pada dasarnya menurut Murti, tidak ada batasan kaku mengenai jenis buku yang dapat diperkenalkan dan dibacakan pada bayi dan anak. Ukuran buku, materi, dan temanya boleh apa saja selama itu baik karena tujuannya adalah merangsang anak untuk mengenal bahwa buku merupakan sesuatu yang menarik.
Bila ada pembatasan, Murti khawatir usia buku menjadi "pendek". Padahal semestinya buku dapat dimanfaatkan "sepanjang masa". Maksudnya, buku-buku untuk anak sedikitnya dapat dimanfaatkan sampai usia 6-7 tahun. Misalnya, pada si bayi orang tua membacakan informasi tentang buah-buahan, "Ini, lo, terung. Warnanya ungu." Kelak setelah berusia 6 tahun, anak dapat membaca sendiri buku itu.
PEDOMAN
Namun begitu, Murti setuju jika orang- tua harus selektif memilih buku untuk anaknya. Antara lain, buku itu harus dapat meningkatkan pengetahuan atau intelektual anak, memperluas pemahaman tentang perasaan diri sendiri dan orang lain, serta pesan moralnya disampaikan secara wajar dan alami, tidak membebani anak. Mau tidak mau, orangtua harus ikut membaca isi buku anaknya.
Sebagai pedoman saat memilih, Murti memberikan beberapa kiat sehingga buku dapat dimanfaatkan secara maksimal:
* Perhatikan bahan yang digunakan
Pilihlah buku dengan bahan yang aman dan kalau bisa tak mudah sobek. Umumnya, buku-buku yang menggunakan bahan plastik, kain, atau karton tebal dapat menjadi pilihan saat memperkenalkan buku pada bayi dan anak batita. Mereka umumnya ingin ikut memegang buku. Jila tidak ada buku seperti itu, jangan langsung patah semangat. Gunakan buku yang terbuat dari kertas biasa. Relakanlah seandainya si kecil merobek buku tersebut sebagai upaya dari eksplorasinya. Yang terpenting tujuan untuk memperkenalkan buku dapat tercapai.
Perhatikan juga tinta yang digunakan. Pilihlah yang tidak mudah luntur karena di usia ini umumnya anak suka mengigit-gigit apa pun benda yang dipegangnya.
* Warna dan gambar yang menarik
Warna-warna yang cerah dengan gambar-gambar yang menarik mampu menarik perhatian anak pada buku. Untuk bayi dan anak batita, buku-buku dengan gambar yang besar dan tulisan yang lebih sedikit biasanya lebih dirasa menarik. Di usia ini, anak dapat membaca gambar tapi belum dapat membaca tulisan. Selanjutnya, untuk anak balita pilihkan buku-buku dengan teks yang lebih banyak tetapi tetap pendek sebelum memberikan buku dengan teks yang lebih banyak.
* Ukuran buku
Bisa bermacam-macam. Bila bukunya kecil dan enak dipegang, maka anak akan "bangga" punya buku sendiri. Sedangkan buku yang besar pun tetap diperlukan agar orangtua dan anak bisa membaca bersama-sama. Buku untuk anak juga dibuat dengan berbagai format dan bentuk. Ada buku pasel, buku bersuara, buku menyembul (pop-up book), buku kipas, dan sebagainya.
* Tema
Jangan batasi tema buku bacaan yang akan diperkenalkan kepada anak. Beragam pengetahuan yang diperoleh anak lewat buku dapat memperkaya wawasannya, baik wawasan intelektual ataupun emosionalnya. Berikan kebebasan kepada anak untuk memilih buku yang akan dibacanya, apakah itu novel, cerita pendek, cerita bergambar, ataupun buku-buku pengetahuan. Jangan batasi anak hanya membaca/dibacakan tema tertentu saja karena semakin beragam buku yang dibaca, wawasan yang didapatnya pun akan semakin bertambah.
Yang patut dihindari adalah buku-buku yang mengetengahkan hal-hal sensual. Akan tetapi, bila menyangkut pendidikan seks, sebaiknya diperkenalkan. Selain itu, hindari buku-buku yang isinya menghina agama dan keyakinan orang lain, diskriminatif (misalnya melecehkan wanita), maupun bersifat rasis. Untuk itu orang tua hendaknya mampu menilai sebuah buku dengan bijaksana. Jangan asal melarang. Baca lebih dahulu buku-buku tersebut dengan cermat dan bijaksana.
Utami Sri Rahayu

KOMIK KURANG MENGEMBANGKAN POTENSI BERBAHASA
Bahasa yang digunakan pada komik cenderung berupa bahasa percakapan yang sepotong-potong alias tidak lengkap. Jadi, meski anak-anak menyukai komik, kenalkan juga jenis bacaan lainnya agar potensi berbahasanya kian tergali. Selain itu, komik biasanya kurang menampilkan citarasa seni yang halus guna mengasah kepekaan anak terhadap gambar-gambar berkualitas dari picture book.

PENGUASAAN BAHASA IBU MEMBANTU PENGUASAAN BAHASA ASING
Menurut Murti , ada penelitian yang menyatakan semakin baik penguasaan bahasa ibu, maka anak akan semakin mudah untuk menguasai bahasa asing. Jadi, anak memang harus diarahkan untuk membaca buku-buku berbahasa Indonesia yang baik. Kelak ia akan memiliki keterampilan berbahasa yang baik sehingga memudahkannya menguasai bahasa asing.
Buku-buku bilingual yang memuat dua bahasa sekaligus dalam satu halaman dapat memberi banyak manfaat. Salah satunya adalah pemahaman bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berada sejajar. Tidak ada yang derajatnya lebih tinggi atau yang lebih rendah. Semua bahasa merupakan cara berekspresi yang menggunakan penalaran. Namun, buku yang memuat tiga bahasa sekaligus kurang dianjurkan karena kelewat membebani anak. Buku pun akan terasa penuh sesak dengan teks.

KAPAN ANAK BOLEH MEMILIH BUKU SENDIRI?
Tak ada batasan yang pasti perihal waktu yang tepat untuk mengizinkan anak memilih buku sendiri. Menurut Murti, anak yang gemar membaca umumnya akan aktif memilih sendiri buku bacaannya. Bebaskan anak untuk memilih buku sendiri dan orangtua hendaknya bersikap tidak melarang. Untuk mengarahkan anak, lakukan dialog berisi saran dan pertimbangan terbaik. Untuk itu dituntut kebijaksanaan ayah dan ibu.

TRIK MEMBACAKAN BUKU SECARA MENARIK

Membacakan cerita untuk anak merupakan seni tersendiri.
Agar anak tertarik pada cerita yang didongengkan, orangtua harus dapat memberi roh pada isi ceritanya. Itulah mengapa, jangan samakan membaca untuk diri sendiri dengan membacakan bagi anak. Wees Ibnoe Sayy yang akrab disapa dengan Kak Wees, dari Lembaga Rumah Dongeng Indonesia, Yogyakarta, mengatakan, ada beberapa hal penting yang harus dijadikan modal jika kita ingin cerita yang dibacakan menarik dan bermanfaat bagi anak.
1. Kuasai materi dan ketahui karakter tokoh
Sebelum membacakan sebuah cerita, pembaca (dalam hal ini orangtua) harus menguasai terlebih dulu materi yang akan dibacakan. Materi ini mencakup isi buku, jalan cerita yang terjalin pada keseluruhan tulisan maupun makna yang terkandung dalam kalimat demi kalimat. Selain itu, si pembaca juga harus mengetahui karakter-karakter setiap tokoh yang ditampilkan, termasuk memahami kondisi masing-masing tokoh yang diceritakan. Ini dimaksudkan untuk membantu pembaca mengekspresikan suaranya sesuai karakter masing-masing, sehingga dialog-dialog yang ada jadi benar-benar hidup.
2. Mampu menghidupkan suasana
Saat membacakan cerita, pembaca harus mampu menghidupkan suasana. Caranya, selain dengan menjelaskan apa yang tersurat dalam cerita, juga dengan menggugah imajinasi pendengar ke situasi sesuai cerita.
Contohnya, saat menjelaskan sebuah desa. Orangtua harus bisa mengilustrasikan desa itu seperti apa. Misalnya, ada sungai, ada sawah, banyak pepohonan dan sebagainya. Suara si pembaca saat menggambarkan sebuah desa yang asri tentu harus bisa mengajak pendengarnya masuk ke alam imajinasi desa yang dimaksud. Untuk membangun suasana ini pembaca harus bisa membacakan kalimat demi kalimat sedemikian rupa dengan suara yang jelas dan tenang.
Yang tidak kalah penting adalah kemampuan mengeluarkan suara-suara latar sebagai penambah semarak dan penegas apa yang sedang dibacakan. Jangan segan-segan untuk mengeluarkan bebunyian yang menggambarkan suasana atau karakter tokoh, seperti keramaian pasar, deru motor, angin bertiup, atau paraunya suara burung nuri. Hal ini dapat dilakukan jika materi yang hendak dibacakan sudah dikuasai.
3. Mampu menghidupkan setiap kata
Setiap kata yang tertera pada buku mempunyai roh. Itulah mengapa kalau kita tidak bisa menghidupkan kata-kata yang ada, materi apa pun yang kita bacakan pasti akan terasa hambar dan datar. Kalau sudah begini, mana ada anak yang mau mendengarkan berlama-lama?
Lalu bagaimana caranya membangkitkan roh yang ada dalam setiap kata? Bukan sesuatu yang sulit, kok. Saat membaca kata "marah", contohnya, saat itu juga kita harus bisa mengekspresikan rasa marah, baik lewat mimik maupun dari nada bicara. Begitu juga saat membaca kata "sepi", yang terucap haruslah terdengar perlahan dan halus agar bisa membangun gambaran mengenai rasa sepi pada pendengarnya. Sama halnya saat membacakan kata "sedih" yang dapat disuarakan secara perlahan dan terbata-bata.
4. Mampu mengembangkan cerita
Kendati bukan suatu keharusan, alangkah baik bila orangtua mampu melakukan pengembangan cerita. Tentu saja ini disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya karena pendengarnya mayoritas anak balita, pintar-pintarlah pembaca "mengubah" cerita menjadi lebih ekspresif dan deskriptif dengan menambahkan keterangan-keterangan sederhana di sana-sini. Bisa juga pembaca menambahkan alat-alat peraga agar pendengar yang masih kanak-kanak tadi bisa semakin memahami apa yang kita bacakan. Di hadapan anak-anak balita sampai anak usia sekolah kelas 2 SD, pembaca sebaiknya membubui cerita lewat dialog-dialog yang bersifat memancing. Contohnya, "Sekarang si srigala akan ke mana?", "Betul, kalian pintar." Atau "Bagaimana rasanya kalau kita ditolong?", "Kalau begitu, apakah sekarang kalian mau menolong?" dan sebagainya.
Gazali Solahuddin

AYO, DISKUSIKAN ISI BUKU

Tujuannya agar anak bisa memahami makna yang terkandung dalam buku secara benar.
Penjelasan mengenai inti cerita ternyata sangat dibutuhkan oleh anak. Usai membacakan cerita tentang pangeran dan putri raja yang selamat dari cengkeraman makhluk jahat, Anda bisa jelaskan mengenai kekuatan kasih sayang yang tidak terkalahkan oleh apa pun, selain bahwa kejahatan akan kalah oleh kebaikan, misalnya. Isi buku apa pun layak dijadikan bahan diskusi. Entah, buku fiksi, biografi, ilmiah populer, sejarah, atau lainnya. Dengan begitu, seperti kata DR. Reny Akbar Hawadi, M.Psi., dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, anak mendapatkan manfaat lebih banyak dari sebuah buku.
Dengan berdiskusi setelah membaca, anak lebih memahami makna yang terkandung di dalamnya. Berdiskusi pun dapat menghindari terjadinya salah persepsi. Contohnya, mungkin saja maksud cerita adalah ingin menunjukkan perjuangan demi mencapai cita-cita luhur. Akan tetapi anak mungkin memahaminya berbeda, yaitu membunuh dibolehkan kalau kita ingin mencapai sesuatu.
Mendiskusikan bacaan juga merupakan sarana untuk mendekatkan diri pada anak. "Emotional attachment antara anak dengan orangtua menjadi lebih erat," tambah Reny. Saat berdiskusi banyak hal yang terjadi di antara keduanya; komunikasi dua arah, ungkapan pikiran dan perasaan, perhatian, sentuhan, arahan, dan sebagainya. Tentu anak akan merasa lebih dekat dengan orangtuanya.
Lewat diskusi bacaan, secara tidak langsung orangtua juga mengenalkan banyak hal kepada anak sebagai bekal hidupnya kelak. Termasuk penanaman nilai-nilai, norma-norma, bahkan pengetahuan dasar untuk hidup bermasyarakat yang didapatnya dari isi buku.

KUNCI KELANCARAN DISKUSI

Agar diskusi bacaan berjalan lancar dan manfaatnya maksimal, simaklah anjuran dari Reny berikut ini:
* Baca dulu
Diskusi tidak akan berjalan dengan lancar apabila orangtua tidak tahu isi buku yang dibaca anak dan pesan di dalamnya. Jadi, jangan hanya anak yang membaca buku tersebut, sebab sebelumnya orangtua pun harus membaca.
* Pendekatan yang pas
Awalnya, orangtua bisa meminta anak menceritakan kembali apa yang telah dibaca maupun dibacakan ayah atau ibu. Tak perlu menuntut anak mengulang jalan cerita dengan sedetail-detailnya. Ingat, yang Anda lakukan bersama anak adalah berbagi pendapat, mengembangkan imajinasi, serta menjelaskan isi bacaan; bukan tes untuk mengukur daya tangkap anak. Yang penting, anak menangkap sesuatu. Dari situ Anda dan anak dapat menemukan topik-topik menarik untuk dijadikan bahan diskusi.
* Lakukan sambil santai
Diskusi tak perlu dilakukan secara formal, tetapi bisa sambil tiduran, bercengkrama di ruang tamu, makan camilan, dan sebagainya. Justru dalam situasi-situasi seperti inilah biasanya suasana menjadi lebih kondusif. Lakukan diskusi pada saat anak sedang mood.
* Membantu mengimplementasikan
Dalam diskusi, orangtua juga dapat membantu anak untuk mengambil manfaat sekaligus mengimplementasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Contohnya, meniru kesungguhan sang pangeran yang diimplementasikan lewat kesungguhan belajar agar cita-citanya kelak bisa tercapai.
Irfan Hasuki.

MENGENALKAN BACAAN BERBAHASA INGGRIS

SEBUAH PENGALAMAN BERHARGA

Kapan kita mulai diperkenalkan pada bahasa Inggris? Kapan kita mulai belajar bahasa Inggris? Apakah bahasa Inggris digunakan juga di rumah?
Itulah segenap pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran saya sebagai orangtua. Jawabannya tentu bisa bermacam-macam, tergantung pada latar belakang pola asuh di rumah, sekolah, dan budaya yang berbeda-beda.
Di era 60­70-an, kala sekolah negeri masih menjadi yang terbaik dan sangat populer, pelajaran bahasa Inggris mulai diberikan di kelas satu SMP, dengan menggunakan buku Student Book. Materi dalam pelajaran bahasa Inggris ini ditekankan pada grammar, terutama tenses. Akibatnya, kita selalu menemukan kesulitan pada saat mau berbicara menggunakan bahasa Inggris karena perbendaharaan kata yang sangat minim.
Saya lantas menyadari, salah satu penyebab hambatan itu adalah kebiasaan membaca yang belum membudaya. Padahal, membaca dapat mengembangkan perbendaharaan kata, kemampuan membuat karangan (essay), pola pikir, dan wawasan kita. Terlepas bahwa apa yang dibaca menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. Oleh sebab itu diharapkan setiap orangtua memahami bahwa latar belakang pola asuh di rumahlah yang membedakan anak-anak kita di sekolah. Simaklah pengalaman saya bertemu dengan beberapa orangtua dan anak berikut.

BEBERAPA PENEMUAN MENARIK

* Pada suatu ketika saya bertemu ibu yang memiliki seorang putra berumur 3 tahun. Ia berbicara dengan bahasa Indonesia yang bagus sekali sebagus kala sedang berbahasa asing. Saya bertanya, apakah beliau dan keluarganya pernah tinggal di luar negeri? Ia menjawab, hanya 9 bulan pernah tinggal di Belanda mengikuti perjalanan dinas suami. Selidik punya selidik ternyata di masa kecilnya beliau punya pengalaman unik. Apabila ayahnya sedang membaca buku atau majalah dan ia mendekat, langsung saja cara sang ayah membaca berubah; dari dalam hati menjadi bersuara. Tidak peduli apakah artikel tersebut dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris.
* Saya juga pernah membacakan buku anak-anak berbahasa Inggris sangat sederhana (7 kata setiap halaman) pada seorang anak bernama Ghanya yang waktu itu berumur 4,5 tahun. Ia mengikuti ucapan saya dengan sangat jelas. Sepertinya Ghanya sudah dapat membaca. Lalu saya mohon Ghanya untuk membaca sendiri dan dia dapat melakukannya dengan baik. Saya tanya, apakah orangtuanya mengajarkan membaca dalam bahasa Inggris? Jawabnya, "Tidak, tetapi mami selalu membacakan aku buku-buku dalam bahasa Inggris."
Ghanya bersekolah di Al-Azhar Kelapa Gading dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Pada saat itu saya mendapat masukan, bahwa apabila anak terbiasa mendengar bahasa Inggris, pada saat dia sudah bisa membaca dalam bahasa Indonesia, otomatis dia sudah dapat membaca ataupun menerka kalimat dalam bahasa Inggris. Tentunya bahasa Inggris yang umum dan sangat sederhana, karena dia sempat menanyakan dua kata yang tidak dapat dibacanya, yaitu Mr. dan Mrs. Tentu saja karena dua kata tersebut adalah singkatan tetapi dia pernah mendengar dan mengerti artinya.
* Seorang teman mempunyai kebiasaan mendongengi putrinya sejak di usia dini dan selalu menjawab pertanyaan anak lewat buku-buku dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris walaupun saat itu putrinya belum bisa berbicara. Teman saya itu, layaknya dalang, bicara sendiri, bertanya sendiri dan menjawab sendiri. Dalam situasi seperti ini, saya mau menekankan, orangtua bukanlah ensiklopedia berjalan. Orangtua cukup membangun suasana nyaman dan kecintaan pada buku sejak anak berusia dini. Hal ini akan membentuk kemandirian anak kelak untuk mencari jawaban lewat buku.
Teman saya ini memang menyekolahkan putrinya di sekolah bilingual sejak duduk di taman bermain hingga sekolah dasar. Suatu hari saya bercakap-cakap dengan putrinya. Tutur katanya dalam bahasa Indonesia bagus sekali sehingga saya merasa malu dan kagok. Akhirnya saya merasa tidak nyaman berbicara dalam bahasa Indonesia dengannya dan segera saya putuskan untuk mengubahnya berbincang-bincang dalam bahasa Inggris. Rasa ingin tahu saya besar sekali layaknya seorang anak kecil. Saya bertanya kepada mami-papinya apakah mereka memang pandai berbahasa Inggris sehingga putrinya dapat berbicara dalam dua bahasa dengan sangat baik? Mereka menjawab, "Tidak." Mereka hanya membiasakan mendongengi putrinya sejak usia dini. Jika dongeng tersebut berbahasa Inggris, mereka tidak menerjemahkannya. Bahkan bahasa Inggris mereka pun ikut berkembang karena kebiasaan tersebut.
* Pada umur 2 tahun Tisa pindah ke Wisconsin, USA bersama orangtuanya dan menetap selama 2 tahun di sana. Pada saat berumur 4 tahun, Tisa kembali ke Jakarta dan bersekolah di St. Fransiscus Asisi dengan pengantar bahasa Indonesia. Pada awalnya Tisa menemui kesulitan untuk berbicara dalam bahasa Indonesia. Namun, lama-kelamaan ia dapat menyesuaikan diri dan dapat berbahasa Indonesia dengan normal. Orangtuanya khawatir kalau bahasa Inggris yang didapat dari negeri Paman Sam itu hilang, maka dalam waktu senggangnya ataupun di mobil pada saat bepergian selalu dipasanglah kaset lagu-lagu Walt Disney.
Kemampuannya berbahasa Inggris secara lisan maupun tulisan mulai kelihatan menonjol saat Tisa duduk di bangku SLTP bahkan saat duduk di bangku SMU. Gurunya menanyakan buku apa yang dipakai sehingga Tisa dapat berbahasa Inggris layaknya VJ MTV.

ORANGTUA GURU PERTAMA

Cerita di atas adalah beberapa contoh saja bahwa orangtua adalah guru pertama yang sangat penting dan sangat berpengaruh di rumah. Hal ini juga disampaikan Kak Seto dalam sebuah seminar di Sekolah Pelita Harapan, Cikarang, yang menekankan metode "parent as learner" (PAL) dan potensi anak usia dini yang luar biasa layaknya spons.
Namun, banyak sekali orangtua khawatir, "Mengapa anak-anak harus diberi bahasa Inggris jika bahasa Indonesia saja belum dikuasai?"
Berdasarkan temuan-temuan tadi, saya lantas bertanya balik, apakah kita sebagai orangtua konsekuen dan konsisten menggunakan bahasa Indonesia dengan benar? Bagaimana dengan bahasa gaul yang digunakan di sekitar kita, di televisi? Berapa jam anak-anak kita menonton tayangan dan film-film di televisi dengan menggunakan bahasa Inggris? Peralatan di rumah kita pun rata-rata menggunakan bahasa Inggris. Tidak ada "mati-hidup" tetapi "on­off ".
Saya mengutip perkataan Glenn Doman, "Pada saat bayi kita lahir maka semua bahasa yang didengarnya adalah bahasa asing. Bahasa yang paling sering dan dominan digunakan kemudian menjadi bahasa ibu."
Pertanyaannya, apabila kita berbicara dengan anak selama 10 sampai 12 jam dalam bahasa Indonesia sehari dan kita membacakan dongeng atau menstimulasinya selama 5 sampai 15 menit dalam bahasa Inggris, apakah mengganggu tidak? Sebagian besar orangtua menjawab, "Tidak."
Teori "bahasa asing" Glenn Doman dan temuan-temuan yang saya dapatkan membuahkan kesimpulan, bahasa kedua yang disampaikan kepada anak usia dini atau masih belajar bicara sebaiknya tidak diterjemahkan. Upaya penerjemahan hanya akan mengakibatkan anak jadi sulit berbicara (speechless). Sebagai contoh, shoes-sepatu, umbrella-payung, book-buku, dan lain-lain.
Pertama kali proses stimulasi berjalan, indra yang digunakan adalah pendengaran. Oleh sebab itu, biarlah anak mendengar dulu tanpa menghiraukan mengerti atau tidak artinya. Kita setuju bukan, bahwa bayi belum mengenal struktur bahasa. Jadi, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua tak perlu dikenalkan secara formal, cukup lewat lagu-lagu, buku-buku cerita, juga poems & rhymes (puisi dan sajak). Proses mendengarkan bahkan dapat mengembangkan konsentrasi anak yang masih pendek.
Seperti kata para ahli, pengenalan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua harus dalam suasana menyenangkan, konsisten, dan anak tidak boleh dites. Karenanya, orangtua pun harus menjadikan proses pembelajaran di rumah sebagai sesuatu yang menyenangkan. Dan tentu tidaklah berlebihan jika kita memberikan waktu berkualitas selama 5 sampai 15 menit kepada anak sejak usia dini untuk membacakan cerita, poems & rhymes, dan bernyanyi dalam bahasa Inggris. Jadikanlah hal itu sebagai bentuk ikatan emosional dengan anak.
Pada akhirnya kita bukanlah orangtua yang sempurna tetapi orangtua yang terbaik bagi anak kita sekarang dalam mempersiapkan masa depannya nanti. Ingat, "The opportunity is right now, time is so precious."

Konsultan ahli:Hermidina Widayanti
pemerhati bacaan dan pecinta anak

1 comment:

Unknown said...

artikelnya lengkap banget, saya ijin copas diblog saya ya...
http://tokobukuistimewa.wordpress.com
terima kasih sebelumnya :)