Pemenang dan Pecundang

Akhir tahun sering dipenuhi dengan perasaan waswas.Penilaian kinerjasegera dilaksanakan. Bagai palu godam, hasilnya hendakmeluluhlantakkan si pecundang. Jangankan bonus yangcukup untuktamasya ke mancanegara, untuk ongkos fiskalnya punkadang takmencukupi. Sebaliknya, bagi pemenang, selain bonusbesar, jugajaminan kenaikan gaji yang lumayan di tahun depan. Iniadalah siklusyang terus terjadi tahun demi tahun. Tak ada hal yangbaru. Namunkenyataannya, gejolaknya masih dirasakan dramatis bagibanyak orang.Si pecundang akan memainkan trik tertentu untukmemperoleh penilaianyang lebih besar dari yang seharusnya ia terima.Beribu alasan danexcuse terus dilontarkan. Industri sedang meradang,kompetisibertambah berat, pesaing meluncurkan produk baru,prinsipal tidakmendukung, persaingan yang tak wajar, pesaing bantingharga - ituadalah alasan basi yang terus dikumandangkan. Sipecundang selaluakan menunjuk hidung orang lain sebagai biang keladikekalahan. Lagukata "andaikan" terus dimainkan. Andaikan bagianproduksi meluncurkanproduknya tahun ini; andaikan bagian keuanganmenyetujui down paymentsplit; andaikan bagian support melakukan factorycampaign. Tunjukhidung, bukan tunjuk dada. Kesalahan bukan ditudingkanpada dirinya sendiri.Kalau pun 8 dari 10 target tidak tercapai, sipecundang masih bisamenunjukkan bahwa dua target itu sebenarnya sangatbesar implikasinyadibandingkan dengan yang 8. Pecundang memang takpernah lelahmengibarkan kesuksesannya, walaupun bagai setitik niladi antarasebelangga susu. Ia berusaha menjadi pemenang bagidirinya sendiri.Sebuah penyangkalan fakta yang teramat naif.Lain halnya dengan si pemenang, apalagi yang mendapatkategoriistimewa, biasanya tak menduga mendapat predikat itu.Ia pikir biasa-biasa saja. Ia hanya berpikir yang terbaik saat ini.Kalau sang bosmelihat ia memiliki prestasi prima, baginya itu sebuahpecutan untuklari lebih cepat lagi. Penilaian akhir tahun adalahsebuah jeda bagisi pemenang untuk mengambil ancang-ancang etapeberikutnya.Piala akhir tahun yang ia peroleh, bonus dan kenaikangaji ataupromosi, selalu beriringan dengan prestasi seluruhanggotakelompoknya. Pemenang selalu dikelilingi oleh parajuara. Ia tidakpemain tunggal yang berdiri sendiri di puncak.Melainkan, ia adalahpemain kelompok yang berada di belakang sebuahkelompok juara yangsaling mendukung. Pemenang tidak pernah merasakesepian sepertipecundang. Pemenang selalu berbagi tawa dengankelompoknya. Pemenangmemiliki pendukung pemenang juga, yang pada saatnyabakalmenggantikannya sebagai pemenang baru.Pemenang selalu merujuk pada rekan sekerja untukmenunjukkan pemenangsebenarnya. Tidak menunjuk pada dirinya sendiri. Ataumeminjam teorikodok yang perlu menekan ke bawah supaya ia dapatterangkat tinggi.Hanya soal waktu, pemenang macam beginilah yang dapatbertahan.Sayangnya, banyak yang mengabaikan hukum alam ini.

Saya teringat pada sebuah cerita yang pernah sayakliping 8 tahunsilam, ditulis oleh sahabat saya, Debora. Ia berujartentang pemenangyang menang justru dalam sebuah kekalahan. Bukanmenang tanpongasorake, melainkan menang tanpa sebuah kemenangan.Pemenang yangsejati bukan ditentukan oleh sebuah piala, atau rekor,atau medalifisik, melainkan ditentukan pula oleh sikapnya sebagaipemenangtatkala medali dan piala itu justru ia berikan kepadaorang lain. Iabisa dan mampu meraihnya, tetapi ia sadar bahwa medaliini sebaiknyadiserahkan kepada orang lain agar mereka menikmatikemenangan. Iasendiri larut dalam kenikmatan kemenangan orang lain. Begini ceritanya.

Kim Peek, seorang anak yangmenderita kerusakanotak, ikut dalam lomba lari 50 meter di olimpiadekhusus kaum cacattahun 1968. Sebagai atlet yang mewakili negaranya, Kimberharapmembawa pulang medali karena ia memiliki rekor laridengan kursi rodayang fantastis. Ia menanti hari pertandingan denganantusias persisseperti atlet normal lainnya.Saat pertandingan tiba, Kim dan kedua peserta lainmemasuki arenapertandingan yang kala itu sudah di babak final. Kimbergerak cepatmendahului kedua lawannya ketika pistol berbunyi tandaperlombaandimulai. Dia berada 20 meter di depan dan 10 meterdari garis akhirpada saat ia mendengar bunyi benda yang tertubruk dibelakangnya. Iamemperlambat laju kursi rodanya. Ia melihat kebelakang.Ia melihat seorang lawannya, anak perempuan, terbenturdinding. Kursirodanya berbalik arah dan ia kesulitan untukmengembalikan ke arahsemula. Kim melihat, peserta lainnya - anak laki-laki- berusahamendorong kursi roda si anak perempuan untuk kembalipada arah yang tepat.Kim berhenti. Lalu ia pun berbalik dan menolong sianak perempuansehingga kembali seperti semula. Bukan hanya itu.Dengan segenapkekuatannya, ia mendorong kursi roda si anak perempuansampai kegaris akhir. Anak laki-laki yang sempat berbalik arahtadi memenangiperlombaan itu; sementara si anak perempuan meraihjuara kedua; sedangkanKim kalah.Benarkah Kim kalah? Para penonton berdiri memberitepuk tangan meriahuntuk Kim. Mereka tidak berpikir bahwa Kim kalah. Kimtersenyum, iamerangkul si anak perempuan dan si anak laki-laki yangmenjadilawannya. Kim memang kehilangan medali emas, tetapi iapuas.Kim adalah pemenang sejati. Sejatinya ia tidak merasakehilanganmedali. Ia tidak merasa kalah. Ia adalah sosokpemenang yangdibutuhkan bangsa ini untuk maju. Memberi jalan agaryang lain beradadi karpet merah kemenangan. Ia tersenyum bangga, bahwaia telahmelahirkan jawara baru. Ia adalah jawara sejati.

Kapankita bisa sepertiKim?

No comments: